Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al Shafa dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam


Ilmu pendidikan pada dasarnya merupakan rangkaian pengalaman panjang kegiatan manusia sepanjang pendidikan sejarah yang disusun secara sistematis sehingga mudah dipahami, diuji, diterapkan, dan dikembangkan dari generasi ke genarasi. Sehingga konsep dan teori pendidikan yang ada sekarang atau masa depan, dikembangkan kembali di masa depan oleh para ahli. Hal ini pada intinya merupakan upaya untuk terus berpikir, mengalami dan membangun budaya yang telah dikembangkan oleh generasi sebelumnya. Untuk itu mengkaji pemikiran filsuf dan ulama yang ahli dibidang pendidikan yang menjadi banyak rujukan, sampai sekarang tetap merupakan kegiatan yang relevan dengan dunia modern saat ini.  

Dalam dunia Pendidikan kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Setiap pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial keagamaan dan lain sebagainya.

Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang pendidikan islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Dalam makalah ini penyusun berusaha untuk mengidentifikasi secara konkrit tentang siapa dan bagaimana perumusan pemikiran pendidikan Ikwan Al Shafa dan bagaimana implikasinya terhadap kurikulum pendidikan islam. 

Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa 

Telah kita ketahui bersama bahwa banyak berkembang filsafat pendidikan Islam sejak Islam lahir di muka bumi ini. Para filsuf dengan kecakapan mereka dalam berfilsafat, menemukan konsep-konsep pendidikan baru yang di zaman selanjutnya, konsep-konsep pendidikan itu menjadi landasan dasar pengembangan pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan menjadi sarana untuk memperbaiki moral bangsa. Salah satu pandangan tentang konsep pendidikan adalah konsep pendidikan menurut Ikhwan alShafa, hal ini menjadi penting karena Ikhwan al-Shafa menitik beratkan tujuan pendidikan itu untuk pengenalan diri. Selain itu, Ikhwan al-Shafa juga mengedepankan kepentingan sosial di atas kepentingan pribadi. Hal ini akan menimbulkan nilai-nilai baik pada peserta didik, antara lain memberi. Jika nilai ini terus dikembangkan, maka seorang peserta didik akan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, yang kedatangannya dinantikan, dan tentu perbaikan-perbaikan sosial yang dilakukan di masyarakat akan mudah dicapai. Untuk lebih jelasnya, mari bersama kita simak ulasan tentang pemikiran Ikhwan al-Shafa berikut ini. 

1. Otobiografi Ikhwan Safa 

Biografi Ikhwan Al-Shafa merupakan sebuah organisasi pemikir muslim rahasia (filosofiko-relegius) yang berasal dari sekte Ismailiyat yang lahir ditengah-tengah komunitas Sunni sekitar abad IV H/10 M di kota Basrah, Irak sebelah selatan. Organisasi ini didirikan oleh lima orang tokoh besar antara lain: Abu Sulaiman Muhammad bin Ma’syar al Basti yang populer dengan sebutan al Maqdisi, Abu Hasan Ali bin Harun al Zanjani, Abu Ahmad al Mihrojani, Abu Hasan al Aufi, Zaid bin Rifa’ah129 sebagai pemimpin roh dan jiwa Ikhwan Al Shafa. Organisasi ini Ikhwan Al Shafa bukanlah organisasi massa melainkan organisasi kader yang melakukan pembinaan anggotanya secara intensif dan terarah, dalam perekrutan dan pembinaan anggota mereka sangat selektif dan ketat dalam pengertian tidak semua orang dapat menjadi anggota kelompoknya akan tetapi hanya orangorang yang memenuhi syarat-syarat tertentu diantaranya; orang tersebut memiliki kualitas yang unggul dalam pemikiran, memiliki ilmu pengetahuan yang luas, memiliki loyalitas yang tinggi, memiliki kesungguhan dan berakhlaq mulia. Adapun strategi dalam perekrutan anggota mereka mengirim anggotanya ke kota kota bahkan ke pelosokpelosok tertentu untuk membentuk cabang dan mengajak siapa saja yang berminat pada ilmu pengetahuan dan kebenaran meskipun demikian militansi anggota dan kerahasiaan anggota mereka tetap terjaga. 

Dalam kelompok Ikhwan Al-Shafa terdapat beberapa tingkatan keanggotaan yaitu: 

  1. Ikhwan Ala Abror Ar Rukhama, yaitu kelompok yang berusia 15- 30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan fikiran kuat, mereka berstatus sebagai murid yang secara sempurna diharuskan untuk tunduk kepada guru.  
  2. Ikhwan al- Akhyar wal fudhala, yaitu kelompok yang berusia antara 3040 tahun, ini adalah tingkat para guru, pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang dan sikap berkorban demi persaudaraan.  
  3. Ikhwan al fudhala al kirom, yaitu dalam kenegaraan mereka sejajar dengan para sultan atau hakim, mereka umumnya berusia antara 40-50 tahun, pada tingkat ini mereka sudah memahami aturan ketuhanan sebagai tingkat para nabi.  
  4. Al Kamal, yaitu mereka yang telah berusia diatas 50 tahun, mereka disebut tingkat al mumuqorrobun mina Allah, karena mereka sudah memahami hakikat sesuatu sehingga mereka sudah berada di alam realitas, syariat dan wahyu sebagaimana malaikat muqorrobun.  

Dari keterangan inilah nampak terlihat begitu ketat dan selektifnya mereka dalam merekrut anggota. Sebagaimana berdirinya Ikhwan Al-Shafa ini sangat rahasia, maka berbagai pendapat para tokoh yang sedikit banyak agaknya perlu disikapi secara arif dan bijak, sesuai dengan namanya Ikhwan Al-Shafa yang berarti persaudaraan yang suci dan bersih, maka asas utama berdirinya perkumpulan ini adalah persaudaraan yang dilakukan secara tulus ikhlas, kesetiakawanan yang suci dan murni serta saling menasehati sesama anggotanya dalam rangka mencari ridlo Allah. 

Lahirnya kelompok Ikhwan As-Shafa di latar belakangi oleh keprihatinan mereka terhadap pelaksanaan ajaran Islam yang telah tercemar oleh ajaran-ajaran dari luar Islam, serta untuk membangkitkan kembali rasa cinta ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam. 

2. Pemikiran Pendidikan Ikhfan Safa 

Ensiklopedia Ikhwan al-Shafa terbagi 4 empat kelompok. Kelompok pertama, berisi empat belas risalah ”matematis” tentang angka. Angka tersebut meliputi teori tentang angka, geometri, astronomi, geografi, musik, teori dan praktik seni, etika dan logika. Kelompok kedua terdiri atas tujuh belas risalah yang membahas masalah ilmu alam. Bahasan mengenai bentuk, pergerakan, waktu, semesta, angkasa, korupsi, metrologi, mineral, tanaman, hewan, manusia, hingga permasalahan hidup-mati dibahas dalam tulisan ini. Dalam beberapa sumber, tulisan dalam kelompok ini mengarah pada karya Aristoteles. Kelompok ketiga terdiri atas sepuluh risalah membahas masalah”psikologis-rasional”. Bagian ini membahas prinsipprinsip intelektual, intelek itu sendiri, universalisme dalam makrokosmos, pengetahuan dan sesuatu yang tidak terlihat, periode era, keyakinan, kebangkitan, sebab-akibat, hingga pemaparan. Kelompok keempat terdiri atas empat belas risalah yang membahas cara mengenal Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat hukum Ilahi, kenabian, tindakantindakan makhluk halus, jin dan malaikat, rezim politik, dan terakhir hakikat teluh, azimat, dan aji-aji. Ikhwan al-Shafa berusaha menyatukan pandangan astrologi, hermeneutika, dan Islam ke dalam Rasail. Pembuatan rasail ini mendapat sentuhan dari pandangan India, Persia, hingga Yunani. Pandangan-pandangan tokoh-tokoh Yunani seperti Phytagoras, Sokrates, Plato, Aristoteles, Ptolemy, serta Euclid diduga mempengaruhi penulis dalam pembuatan Rasail.

3. Tujuan Pendidikan menurut Ikhwan Al-Shafa 

Mengenai tujuan Pendidikan Ikhwan Al-Shafa melihat bahwa tujuan pendidikan haruslah dikaitkan dengan keagamaan. Tiap ilmu, kata mereka merupakan malapetaka bagi pemiliknya bila ilmu itu tidak ditujukan kepada keridhoan Allah dan kepada keakhiratan. 

Mengenai pembahasan dalam menetapkan tujuan pendidikan, Ikhwan As-Shafa mengawali pengkajiannya dengan merumuskan tujuantujuan individual dan sosial yang direalisasikan melalui aktivitas pendidikan. Dalam hal ini, Ikhwan As-Shafa memberikan porsi lebih besar terhadap tujuan sosial dibandingkan dengan tujuan individual. Ikhwan AsShafa berpendapat bahwa ilmuwan yang paling membahayakan ialah apabila ditanya tentang hal yang telah menggejala dan mapan di tengah tengah masyarakat luas kemudian tidak bisa memberikan jawaban (solusi) yang baik dan kritis, melainkan justru larut dalam kesalahan, penyimpangan dan kebodohan mereka serta asyik menulis karya-karya 

“manipulatif” yang menghantam para pakar (ulama) dan filsuf, misalnya penyongkongan terhadap pendapat bahwa ilmu mantiq dan ilmu fisika merupakan bentuk kekufuran serta pakar di bidang ilmu-ilmu dipandang atheis. Setelah itu, tanggapan kritis yang merusak itu mereka tulis dan mengemasnya dalam lembaran-lembaran buku. 

Menurut Ikhwan As-Shafa, pendidikan merupakan suatu aktivitas yang berhubungan dengan kebijaksanaan. Hal itu terjadi karena proses pendidikan akan memberikan pendidikan yang terbaik untuk dapat melatih keterampilan serta membekali diri dengan akhlak yang mulia, dan akhirnya dapat mendekatkan diri pada Tuhan. Dengan demikian, tujuan pendidikan itu bukan hanya bertitik tolak pada bagaimana manusia bisa mengenali dirinya sendiri dan menjadi suatu tujuan akhir dari proses pendidikan itu, melainkan terpusat pada peningkatan manusia sebagai hamba Allah yang mengabdi dan berbakti kepada-Nya dan untuk memperoleh keridhaan-Nya. 

B. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam 

Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya pelari, atau curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga yang berarti suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, member pengertian sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya. 

Kurikulum ialah rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang. Kurikulum dimkanai pula sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga bisa diistilahkan dengan sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi muridmuridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud mendorong berkembang peserta didik secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan Pendidikan. 

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam. 

Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan. 

C. Implikasi pemikiran pendidikan Ikhwan Al Shafa terhadap kurikulum Pendidikan Islam 

Ensiklopedia Rasail Ikhwan al-Shafa memuat informasi-informasi yang sangat penting diketahui oleh public tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang telah berkembang di dunia Islam pada sekitar abad kesepuluh dan sebelas, seperti matematik, etika, logika, fisika, psikologi dan agama yang terkumpul dalam 52 risalah ilmiah yang sangat maju diukur dengan zamannya. Berikut ini adalah daftar isi kitab Rasail tersebut :

  1. Buku Kesatu: Matematika (Aritmatika, Geometri, Musik, dan Astronomi)  
  2. Buku Kedua: Logika (Isagogi, Demonstrasi, Silogisme, Dialektika, Retorika, Sopistik, dan Poetik)  
  3. Buku Ketiga: Fisika (Kosmologi Fisik, Minerologi, Botani, dan Zoologi)  
  4. Buku Keempat: Fisika (Zoologi, Anatomi, Embriologi, dan Antropologi)  
  5. Buku Kelima: Psikologi (Anatomi, Psikologi, dan Bahasa)  
  6. Buku Keenam: Psikologi (Kosmologi, Psikologi, dan Eskatologi)  
  7. Buku Ketujuh: Agama (Mazhab Pemikiran, Persaudaraan, dan Iman)  
  8. Buku Kedelapan: Agama (Ilmu Hukum dan syariat) 

Kurikulum adalah serangkaian strategi pengajaran yang dipergunakan di sekolah untuk menyediakan kesempatan terwujudnya pengalaman belajar bagi anak didik untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Sedangkan Kurikulum Pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis yang diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam itu sendiri. 

Ikhwan Al-Shafa selain terkenal berkonsentrasi di bidang filsafat dan tasawuf, mereka juga memberikan kontribusi pemikiranya pada dunia pendidikan. Kontribusi Ikhwan Al-Shafa mengenai konsep Pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan, Pendidik dan peserta didik, lingkungan pendidikan, kurikulum, serta metode Pendidikan. 

Ikhwan al-Shafa adalah sebuah kelompok cendekiawan Islam yang mengabdikan diri pada peningkatan pendidikan di dunia Islam, dengan mengembangkan program pendidikannya secara menyeluruh dalam serangkaian Risalah. Mereka mendalami ilmu pada zamannya dan menulis 51 Risalah yang berusaha mengaitkan kurikulum dengan ilmu- ilmu kefilsafatan di sekolah-sekolah Islam, dan memang kelompok organisasi ini mempunyai faham terkenal dalam pendidikan yang dalam batas-batas tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan modern. Mereka mengajak ke arah penciptaan teori-teori dasar dalam pendidikan/pengajaran, dan diantara teoriteori mereka adalah keharusan mengajar anak di mulai pada pengamatan melalui panca indera sebelum dipikirkan secara rasional. Oleh karena itu, mereka memandang pengamatan panca indera sebagai alat mempelajari bahanbahan pengetahuan rasional yang harus dikaitkan dengan ilmu ketuhanan. Pandangan mereka tersebut, merupakan metode baru yang mereka ciptakan pada masanya sehingga mereka mampu mengetengahkan akidah islam secara ilmiah dan akurat. Pemikiran mendasar tentang kurikulum yang mereka inginkan adalah mengarah kepada integrasi antara agama dan akal pikiran. 

Posting Selanjutnya Posting Sebelumnya
No Comment
Tambah Komentar
comment url