Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali dan Implikasinya Terhadap Kurikulum Pendidikan Islam

Pendahuluan

Pendidikan merupakan komponen penting dalam kehidupan. Hal ini menjadi pembahasan para ulama tak terkecuali Imam al-Ghazali. Untuk itu, Makalah ini membahas tentang pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif al-Ghazali. Pendidikan menurut Al-Ghazali menekankan pada pendidikan agama dan akhlak. Menurutnya pengertian dan tujuan pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dan bertujuan dalam proses pembentukan insan paripurna. Adapun dalam membuat sebuah kurikulum, Al Ghazali memiliki dua kecenderungan, yaitu kecenderungan terhadap agama dan kecenderungan pragmatis. Adapun aspekaspek materi pendidikan Islam menurut pemikiran Al Ghazali adalah meliputi: pendidikan keimanan, akhlak, akal, sosial dan jasmani. Menurutnya guru yang baik itu selain cerdas dan sempurna akalnya, juga harus memiliki sifat-sifat yang terpuji. Adapun sifat yang harus dimiliki oleh seorang murid yaitu rendah hati, mensucikan diri dari segala keburukan taat dan istiqamah. Sementara yang menjadi evaluasi pendidikan adalah semua bentuk aktifitas yang terkait dengan tugas tanggung jawabnya masing-masing dalam proses pendidikan.  

Pembahasan

A. Biografi Al-Ghazali

Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, biasa dipanggil Al-Ghazali. Dilahirkan di Thusia, suatu kota di Khurasan dalam tahun 450 H (1058 M). Ayahnya seorang pemintal wol, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Ketika ayahnya akan meninggal, ia berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendididikannya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah AlGhazali, kedua anak itu dididik dan disekolahkan. Setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu. Memperhatikan masa kecil Al-Ghazali, ayahnya dikenal sebagai seorang yang shaleh dan pecinta ilmu pengetahuan, yang menutupi kebutuhan hidup keluarganya dengan menjual hasil tenunan yang diusahakan sendiri. Ayahnya meninggal saat Al-Ghazali baru berusia 6  tahun. Kebesaran Al-Ghazali tidak sempat dilihat ayahnya, karena ia meninggal sebelum anaknya dewasa. Ayahnya meninggal karena sakit.  

Meskipun Al-Ghazali berasal dari keluarga miskin dan sederhana namun agamis. Orang tua Al-Ghazali shaleh dan sangat mencintai ilmu pengetahuan dan rajin menghadiri berbagai majlis pengajian, baik yang disajikan oleh fuqaha, penasehat maupun sufi. Di masa kanak-kanak imam 

Al-Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhaammad Ar-radzikani di Thus kemudian belajar kepada Abi Nashral-Ismaili di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thus lagi. Pada kali yang lain diceritakan bahwa dalam perjalanan pulangnya, beliau dan teman-teman seperjalanannya dihadang sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhankebutuhan yang mereka bawa. Para pembegal itu merebut tas imam AlGhazali yang berisi buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan yang beliau senangi. Kemudian Al-Ghazali berharap kepada mereka agar sudi mengembalikan tasnya, karena beliau ingin mendapatkan berbagi macam ilmu pengetahuan yang terdapat dalam buku itu. Kawanan perampok merasa iba hati dan kasihan padanya, akhirnya mereka mengembalikan kitab-kitab itu kepada Al-Ghazali. Memperhatikan riwayat hidup AlGhazali, dapat dipahami bahwa betapa memprihatikannya kehidupan imam Al-Ghazali yang hidup dalam keluarga yang sederhana, dan ditinggal mati oleh sang ayah ketika ia berumur 6 tahun, meskipun demikian beliau tetap tegar dan melanjutkan pendidikannya. Demikianlah yang dapat penulis jelaskan mengenai sejarah kehidupan imam Al-Ghazali dalam siklus purna yang berhenti di  Thus dan kembali ke Thus. 

B. Pengertian Pendidikan Islam  

Pendidikan menurut Al-Ghazali adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik. Dengan demikian, Pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melakukan perubahan-perubahan yang progressive pada tingkah laku manusia. Al-Ghazali menitik beratkan perilaku manusia yang sesuai dengan ajaran Islam sehingga didalam melakukan suatu proses yang diajarkan secara indoktrinatif  atau sesuatu yang dijadikan mata pelajaran. Hal ini didasarkan pada batin manusia yang memiliki empat unsur yang harus diperbaiki secara keseluruhan, serasi dan seimbang. Keempat unsur tersebut meliputi : kekuatan ilmu, kekuatan “ghadbah”(kemarahan), kekuatan syahwat dan kekuatan keadilan.  
Pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dalam pembentukan insan paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Al Ghazali pula manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan selanjutnya mengamalkan fadhilah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Fadhilah ini selanjutnya dapat membawanya untuk dekat kepada Allah dan akhirnya membahagiakannya hidup di dunia dan akhirat.   
Bagi Al Ghazali, ilmu adalah medium untuk taqarrub kepada Allah, dimana tak ada satu pun manusia bisa sampai kepada-Nya tanpa ilmu. Tingkat termulia bagiseorang manusia adalah kebahagiaan yang abadi. Di antara wujud yang paling utamaadalah wujud yang menjadi perantara kebahagiaan, tetapi kebahagiaan itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan ilmu dan amal, dan amal tak mungkin dicapai kecuali jika ilmu tentang cara beramal dikuasai. Dengan demikian, modal kebahagiaan di dunia dan akhirat itu, tak lain adalah ilmu. Maka dari itu, dapat disebut ilmu adalah amal yang terutama.   
Proses pendidikan pada intinya merupakan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (murid) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam konteks umum tujuan pendidikan tersebut antara lain mentrasmisikan pengalaman dari generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan menekankan pengalaman dari seluruh masyarakat, bukan hanya pengalaman pribadi perorangan. Dalam konteks Islam pendidikan dapat diartikan sebagai proses persiapan generasi muda untuk generasi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia danmemetik hasilnya di akhirat.  
Bila ilmu merupakan hal yang paling mulia, maka mempelajari ilmu berarti menuntut sesuatu yang utama, dan mengajarkannya berarti memberi sesuatu yang utama  
Jadi pendidikan Islam menurut Al Ghazali merupakan pendidikan yang ingin menjadikan manusia menjadi insan yang paripura yang nantinya akan mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat dengan bertaqarrub kepada Allah melalui ilmu yang sudah dia dapatkan lewat proses pendidikan. 

C. Tujuan Pendidikan Islam  

Al Ghazali menekankan tugas pendidikan adalah mengarah pada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dimana fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan tujuan yang paling penting dalam pendidikan.   
Rumusan tujuan Pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan filsafat atau pemikiran yang mendalam tentang Pendidikan. Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.8 
Menurut Al Ghazali tujuan utama pendidikan Islam itu adalah bertaqarrub kepada Allah Sang Khaliq, dan manusia yang paling sempurna dalam pandangannya adalah manusia yang selalu mendekatkan diri kepada Allah.   
Untuk mencapai tujuan dari sistem pendidikan apapun, dua faktor asasi berikut ini mutlak adanya: Pertama, aspek- aspek ilmu pengetahuan yang harus dibekalkan kepada murid atau dengan makna lain ialah kurikulum pelajaran yang harus dicapai oleh murid. Kedua, metode yang telah digunakan untuk menyampaikan ilmu- ilmu atau materi-materi kurikulum kepada murid, sehingga ia benar-benar menaruh perhatiannya kepada kurikulum dan dapat menyerap faidahnya. Dengan ini, murid akan sampai kepada tujuan pendidikan dan pengajaran yang dicarinya.   
Dari hasil studi terhadap pemikiran Al Ghazali dapat diketahui dengan jelas, bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan ada dua: Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah. Kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena itu ia bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran-sasaran yang merupakan tujuan akhir dan maksud pendidikan itu. Tujuan itu tampak bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi.    
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa Al Ghazali sangat menekankan tujuan pendidikannya pada pembentukan agama dan akhlak seseorang dimana fadhilah (keutamaan) dan taqarrub kepada Allah merupakan tujuan yang paling penting dalam pendidikan untuk menjadikan seseorang menjadi insan paripurna yang nantinya akan membuatnya hidup bahagia di dunia dan di akhirat. 

C. Materi Pendidikan Islam 

Pendidikan Keimanan Iman Menurut al-Ghazali Menurut Al Ghazali 
“Iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati danmengamalkan dengan anggota.”   
Dari definisi ini kita bisa pahami bahwa pendidikan keimanan meliputi tiga prinsip; Ucapan lidah atau mulut, karena lidah adalah penerjemah dari hati. Pembenaran hati, dengan cara itikad dan taklid bagi orang awam atau manusia pada umumnya, dan secara kasyaf (membuka hijab hati) bagi orang khawas. Amal perbuatan yang dihitung dari sebagian iman, maka bertambah dan berkurangnya iman seseorang bergantung pada amal perbuatan.  
Al Ghazali di dalam bukunya Akidah al-Muslim menjelaskan hubungan antara iman dan Islam ini mengatakan bahwa iman dan Islam menurut syara‟ mempunyai pengertian yang sama dan saling melazimi. Hakikat Islam adalah melaksanakan segala ibadah yang wajib atau sunnah, yakni pembenaran terhadap adanya Tuhan dan menjalankan segala perintah-Nya; dan hakikatiman ialah ma‟rifah yang benar dan menjalankan segala yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, makna yakin terkandung di dalam Islam dan makna tunduk (patuh) terkandung di alam iman. Maka tidaklah dapat pula diterima Islam tanpa yakin sebagaimana tidak dapat diterima iman tanpa tunduk kepada Allah.  
Pendidikan Keimanan Bagi Anak-anak (Anak Didik) Al Ghazali menganjurkan tentang asas pendidikan keimanan ini agar diberikan kepada anak-anak sejak dini supaya dia bisa menghafal, memahami, beriktiqat, mempercayai, kemudian membenarkan sehingga keimanan pada anak hadir secara sedikit demi sedikit hingga sempurna, kokoh dan menjadi fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya dan bisa mempengaruhi segala perilakunya mulai dari pola pikir, pola sikap, pola bertindak, dan pandangan hidupnya.  
Al Ghazali mengatakan: “Apabila akidah telah tumbuh pada jiwa seorang mukmin, maka tertanamlah dalam jiwanya rasa bahwa hanya Allah sajalah yang paling berkuasa, segala maujud yang ada ini hanya makhluk belaka.”   
Al Ghazali menganjurkan agar dalam mendidik dan meningkatkan keimanan anak menggunakan cara yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan ataupun dengan berdebat, sehingga dengan mudah dan senang akan diterima anak. Pendidikan Akhlak Akhlak Menurut Al Ghazali akhlak merupakan tabiat manusia yang dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu: Pertama, tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan memiliki kelanjutan selama hidup. Kedua, akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat berakar pada dirinya. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat.  
Al Ghazali menerangkan bahwa berakhlak baik atau berakhlak terpuji ituartinya menghilangkan semua adat-adat kebiasaan yang tercela yang sudah dirincikan oleh agama Islam serta menjauhkan diri dari padanya, sebagimana menjauhkan diri dari najis dan kotoran, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, menggemarinya, melakukannya dan membiasakannya.  
Pendidikan Akhlak Bagi Anak Didik Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal -hal yang abstrak, serta belum sanggup menentukan mana yang baik dan mana yang buruk (tamyiz), mana yang benar dan mana yang salah, maka contoh-contoh, latihan-latihan dan pembiasaan- pembiasaan (habit forming) mempunyai peranan yang sangat penting, dalam pembinaan pribadi anak, karena masa kanak-kanak adalah masa paling baik untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak.   
Akhlak yang baik tidak akan dapat terbentuk kecuali dengan membiasakanseseorang untuk berbuat sesuatu pekerjaan yang sesuai dengan sifat akhlak itu. Jikaseseorang mengulang-ulangi berbuat sesuatu yang tertentu maka berkesanlah pengaruhnya terhadap perilakunya dan menjadi kebiasaan moral dan wataknya.  
Menurut Al Ghazali baik atau buruknya akhlak seseorang dapat berpengaruh pada jiwa seseorang. Menurutnya pengobatan pada jiwa manusia adalah dengan menghilangkan segala perilaku dan akhlak yang buruk. Dan melakukan segala kebaikan dan akhlak yang terpuji. Seperti tubuh yang pengobatannya adalah dengan menghilangkan segala penyakit dari tubuh, serta mengusahakan menjaga kesehatannya.
Maka dari pendapat beliau dapat disimpulkan bahwa baik buruknya akhlak seseorang dapat berpengaruh pada kesehatan jiwanya. Jika seseorang ingin jiwanya baik dan sehat, maka dia harus menghiasi dirinya dengan akhlak dan budi pekerti yang baik. Begitu juga sebaliknya, orang yang terbiasa dengan budi pekerti dan akhlak yang buruk, maka ia akan memiliki jiwa yang buruk dan tidak sehat pula. Dan budi pekerti dan akhlak yang baik itu dapat diusahakan dengan jalan latihan dan pembiasaan.  
Pendidikan Akliah Akal Menurut Al Ghazali “Akal adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan tempat terbit dan sendi-sendinya. Ilmu pengetahuan itu berlaku dari akal, sebagaimana berlakunya buah-buahandari pohon, sinar dari matahari dan penglihatan dari mata.”  
Hakikat akal adalah naluri yang dengannya manusia siap untuk memahami pengetahuan-pengetahuan teoritis. Seolah-olah akal merupakan cahaya yang dimasukkan ke dalam hati dan dipersiapkan untuk memahami benda-benda, dan ia bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan naluri.23 
Fungsi akal manusia terbagi kepada enam, yaitu: Akal adalah penahan nafsu. Dengan akal manusia dapat mengerti apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang dibebankan kepadanya sebagai sebuah kewajban. Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas. Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan. Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan tingkah laku. Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata. Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang sedang dihadapi.  
Bahan-bahan yang dapat diajarkan dalam kitab-kitab untuk mendidik akal terdiri dari: Al Qur’anulkarim. Hadis-hadis tentang cerita atau hikayathikayat orang-orang baik (saleh) agar anak mencintai orang saleh sejak waktu kecilnya. Memberikan hafalan syair-syair yang menyentuh pada perasaaan rindu dan antusias anak terhadap nilai pendidikan. Dan janganlah mendekatkan anak kepada ajakan pada pendidik yang menganjurkan menghafal syair-syair yang membawa kepada situasi yang melemahkan perasaan.  
Aspek pendidikan akliah dapat dilaksanakan dengan cara:  
  1. Mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan sedalam-dalamnya dan menguasainya secara intens dan akurat.  
  2. Mengadakan pengamatan, penelitian dan tafakur terhadap alam semesta dengan berbagai macam kegiatan, baik oleh anak maupun orang dewasa. 
  3. Mengamalkan semua ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan untuk pengabdian (kepentingan peribadatan) pada Khaliqul Alam.  
Pendidikan Sosial Bagi Anak Didik Al Ghazali memberikan petunjuk kepada orang tua dan para pendidik umumnya agar anak-anak dalam pergaulan dan kehidupannya mempunyai sifat-sifat yang mulia dan memiliki etika pergaulan yang baik, sehingga ia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya dan dapat membatasi pergaulannya.  
Sifat-sifat itu adalah:  
  1. Menghormati dan patuh kepada kedua orang tua dan orang dewasa lainnya.  
  2. Merendahkan diri dan lemah lembut.  
  3. Membentuk sikap dermawan.  
  4. Membatasi pergaulan anak.   
Adapun usaha -usaha yang dapat dilakukan untuk mengisi pergaulan social dengan akhlak Islami berupa:  
  1. Tidak melakukan hal-hal yang keji dan tercela seperti, membunuh, menipu, riba, merampok, makan harta anak yatim, menyakiti anggota masyarakat dan sebagainya.  
  2. Membina hubungan tata tertib, meliputi bersikap sopan santun dalam pergaulan, meminta izin ketika masuk ke rumah orang, berkata baik dan member serta membalas salam.  
  3. Mempererat hubungan kerja sama dengan cara meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak dasar kerja sama untuk membela kejahatan, berkhianat, mengadakan saksi palsu, menyembunyikan kebenaran menganggap rendah orang lain, tidak memperdulikan keadaan masyarakat dan sebagainya.  
  4. Mengalakkan perbuatan-perbuatan terpuji yang memberi dampak positif kepada masyarakat antara lain berupa menepati janji, memaafkan, memperbaiki hubungan antar sesama muslim, amanah, membina kasih sayang, berbuat ikhsan terutama kepada fakir miskin, mengembangkan harta anak yatim, mengajak berbuat baik, bersifat pemurah, menyebarkan ilmu pengetahuan, membina persaudaraan dan sebagainya.  
Dari pendapat Al Ghazali di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam menjalani kehidupannya, seseorang tidak dapat hidup sendiri. Seseorang butuh orang lain dalam menjalani kehidupannya. Maka dari itu sudah sepantasnya jika ia dalam menjalani kehidupan, setiap orang harus saling menyayangi dan saling tolong menolong.  
Pendidikan Jasmaniah Konsep Jasmani Menurut Al Ghazali Al Ghazali menempatkan aspek jasmaniah manusia pada tingkat ketiga dari tingkattingkat kebahagiaan manusia, ia berpendapat: “Keutamaan-keutamaan jasmaniah terdiri dari empat macam: kesehatan jasmani, kekuatan jasmani, keindahan jasmani dan panjang umur.”  
Jasmani (jism) adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur organism fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk lain. Setiap makhluk biotik-lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air. Keempat unsur di atas merupakan materi yang abiotik (mati), ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqah al-jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup. Al Ghazali menyebutkan energi tersebut dengan ar-ruh jasmaniah (ruh material). Dengan daya ini jasad manusia bernafas, merasakan sakit, panas, dingin, pahit manis, haus lapar, seks dan sebagainya.  
Adapun pendidikan jasmaniah bagi anak-anak maupun orang dewasa, yaitu: Kesehatan dan kebersihan. Menurut Al Ghazali bersuci itu ada empat tingkatan, yaitu:  
  1. Mensucikan badan dari hadats, kotoran dan lebihan.  
  2. Mensucikan anggota badan dati tindak kejahatan dan dosa-dosa.  
  3. Mensucikan hati dari akhlak yang tercela dan kehinaan-kehinaan yang dibenci.  
  4. Mensucikan sir (rahasia) dari sesuatu selain Allah Ta‟ala, yaitu kesucian para Nabi dan para shiddiqin.  
Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan pada seseorang haruslah mencakup segala aspek yang ada pada dirinya. Baik dari aspek keimanan, akhlak, akal, social dan jasmani. 
Menurut Al Ghazali, seperti yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Suleiman, terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh guru sebagai orang yang diteladani, yaitu:  
  1. Amanah dan tekun bekerja.  
  2. Bersifat lemah lembut dan kasih sayang terhadap murid.  
  3. Dapat memahami dan berlapang dada dalam ilmu serta orang-orang yang mengajarkannya.  
  4. Tidak rakus pada materi.  
  5. Berpengetahuan luas.   
  6. Istiqamah dan memegang teguh prinsip.  
Al Ghazali menguraikan sejumlah tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pendidik yang dijelaskannya sebagai berikut:  
  1. Hendaknya seorang guru mencintai muridnya bagaikan mencintai anaknya sendiri.  
  2. Guru tidak usah mengharapkan adanya gaji dari tugas pekerjaannya, karena mendidik/mengajar merupakan tugas pekerjaan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW.  
  3. Guru hendaknya menasehati siswanya agar tidak menyibukkan diri dengan ilmu yang abstrak dan yang gaib-gaib.  
  4. Terangkanlah bahwa niat belajar itu supaya dapat mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan dengan ilmu pengetahuan itu.   
  5. Guru wajib memberikan nasehat kepada murid-muridnya agar menuntut ilmu yang bermanfaat tersebut (menurut beliau) ialah ilmu tersebut nantinya akan membawa kepada kebahagiaan hidup akhirat, yaitu ilmu agama.  
  6. Menasehati para murid dan melarang mereka agar tidak memiliki akhlak yang tercela, yaitu melalui sindiran tanpa menjatuhkan harga diri mereka.  
  7. Guru hendaknya mencukupkan ilmu bagi murid tersebut menurut kadar pemahamannya.   
  8. Guru hendaknya harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual yang ada pada anak (murid) tersebut.  
  9. Guru hendaknya mampu mengamalkan ilmunya.  
  10. Mempelajari hidup psikologis murid-muridnya.  
Peserta Didik Menurut Al Ghazali, anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk mencapai semua keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum berbentuk, tetapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua orang tuanya, hendaknya dikurangi secara bertahap.   
Menurut Al Ghazali terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang murid, yaitu:  
  1. Rendah hati  
  2. Mensucikan diri dari segala keburukan  
  3. Taat dan istiqamah.   
Al Ghazali menguraikan tentang tata kesopanan dan tugas-tugas seorang murid, yaitu antara lain:  
  1. Hendaknya murid bersih jiwanya dan menjauhi akhlak yang rendah serta sifat-Sifat tercela.  
  2. Menyedikitkan hubungan-hubungannya dengan kesibukan dunia, dan menjauh dari keluarga serta tanah air.   
  3. Tidak menyombongkan diri kepada ilmu. Seorang murid tidak boleh mengatur guru.  
  4. Bagi pelajar permulaan janganlah melibatkan atau mendalami perbedaan pendapat para ulama, karena yang demikian itu dapat menimbulkan prasangka buruk, keragu-raguan dan kurang percaya pada kemampuan guru.   
  5. Orang yang mencari ilmu tidak meninggalkan satu cabang ilmu yang terpuji, kecuali apabila jika seorang murid menyelam ke dalam ilmu.   
  6. Janganlah murid mendalami suatu ilmu atau teknik (seni) sebelum ia dapat memahami benar ilmu atau teknik (seni) yang telah dipelajari sebelumnya. Karena semua ilmu itu tersusun secara bertingkat-tingkat menurut keharusannya.   
  7. Seorang pelajar agar dalam mencari ilmu selalu didasarkan pada upaya untuk menghiasi batin dan mempercantiknya dengan berbagai keutamaan.   
  8. Seorang pelajar harus mengetahui hubungan macam-macam ilmu dan tujuannya.  
Berdasarkan uraian- uraian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam yang ada harus dapat dan mampu untuk membimbing, menuntun, mengembangkan, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang tersebut. 

C. Metode dan Kurikulum Pendidikan Islam  

1) Metode Pendidikan Islam  
Pendidikan agama dan akhlak merupakan sasaran Al Ghazali yang paling penting. Dia memberikan metode yang benar untuk pendidikan agama, pembentukan akhlak dan pensucian jiwa. Dia berharap dapat membentuk individu-individu yang mulia dan bertaqwa, selanjutnya dapat menyebarkan keutamaan-keutamaan kepada seluruh umat manusia.   Dalam uraiannya yang lain, Al Ghazali menjelaskan bahwa metode pendidikan yang harus dipergunakan oleh para pendidik/pengajar adalah yang berprinsip pada child centeredatau yang lebih mementingkan anak didik daripada pendidik sendiri.Metode demikian dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain:  
  1. Metode contoh teladan  
  2. Metode guidance and counsellling (bimbingan dan penyuluhan)  
  3. Metode cerita  
  4. Metode motivasi  
  5. Metode reinforcement (mendorong semangat)   
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode pendidikan menurut Al Ghazali diklasifikasikan menjadi dua bagian:  
  1. Metode Pendidikan Agama, yaitu dengan menggunakan metode hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil yang menunjang penguatan akidah. .  
  2. Metode Pendidikan Akhlak, yaitu dengan menggunakan keteladan, latihan dan pembiasaan  
2) Kurikulum Pendidikan Islam  
Dalam menyusun kurikulum pelajaran, Al Ghazali memberi perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat. Al Ghazali agaknya menginginkan bahwa umat Islam memiliki gambaran yang makro, dan utuh tentang agama, yang diyakininya sebagai sumber ilmu pengetahuan dan landasan yang dipahami dengan sungguh-sungguh yang pada kenyataannya kemudian menjadi cara berpikir yang penting dalam memberikan kerangka bangunan ilmu pengetahuan.   
Kurikulum menurut konsep beliau dalam filsafat agama menjadi ciri umum dalam studi tingkat tinggi di madrasah/ akademi. Filsafat keagamaan beliau berdiri tegak dan berpengaruh besar terhadap pandangan kependidikan (pandangan beliau sama dengan asas-asas filsafat Pendidikan modern).   
Beliau telah membagi ilmu pengetahuan yang terlarang dipelajari atau wajib dipelajari oleh anak didik menjadi tiga kelompok ilmu, yaitu:  
  1. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit. Ilmu ini tak ada manfaatnya bagi manusiadi dunia ataupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, nujum, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudarat dan akan meragukan kebenaran adanya Allah.  
  2. Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu ini jika dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.  
  3. Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, ang tidak boleh didalami, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad, misalnya ilmu filsafat.   
Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al Ghazali membagi lagi menjadi dua kelompok dilihat dari kepentingannya, yaitu:  
  1. Ilmu-ilmu yang fardhu ‘ainyang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu agama yakni ilmu yang bersumber dari kitab suci al-Qur’an dan hadits.  
  2. Ilmu yang merupakan fardhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim. Ilmu ini adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya ilmu hitung (matematika), ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan industri.  
Al Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari di sekolah sebagai berikut:  
  1. Ilmu al-Qur’an dan ilmu agama, seperti fikih, hadits dan tafsir.  
  2. Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj serta lafaz-lafaznya, karena ilmu ini berfungsi membantu agama.  
  3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika, dan teknologiyang beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.  
  4. Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah dan beberapa cabang filsafat.  
Dalam membuat sebuah kurikulum pendidikan, Al Ghazali memiliki dua kecenderungan sebagai berikut:  
Pertama, kecenderungan terhadap agama dan tasawuf. Kecenderungan ini membuat Al Ghazali menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya dan memandangnya sebagai alat untuk menyucikan dan membersihkan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Kecenderungan ini membuat Al Ghazali lebih mementingkan pendidikan etika, karena menurutnya ilmu ini berkaitan erat dengan ilmu agama.  
Kedua, kecenderungan pragmatis. Kecenderungan ini tampak dalam karya tulis Al Ghazali. Dia menjelaskan bahwa ilmu yang tidak bermanfaat bagi manusia merupakan ilmu yang tak bernilai. Bagi Al Ghazali, setiap ilmu harus dilihat dari fungsi dan kegunaannya dalam bentuk amaliyah. Dan setiap amaliah yang disertai ilmu harus pula disertai dengan kesungguhan dan niat yang tulus ikhlas.   
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam penyusunan kurikulum pendidikan, Al Ghazali memberikan perhatian khusus pada ilmu-ilmu agama, karena dengan bermodalkan ilmu-ilmu agama tersebut, seseorang dapat beramal dengannya dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Penutup 

A. Kesimpulan 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Al Ghazali menekankan pada pendidikan agama dan akhlak. Menurutnya pengertian dan tujuan pendidikan Islam yaitu pendidikan yang berupaya dan bertujuan dalam proses pembentukan insan paripurna. Adapun dalam membuat sebuah kurikulum, Al Ghazali memiliki dua kecenderungan, yaitu kecenderungan terhadap agama dan kecenderungan pragmatis. Adapun aspekaspek materi pendidikan Islam menurut pemikiran Al Ghazali adalah meliputi: pendidikan keimanan, akhlak, akal, sosial dan jasmani. Menurutnya guru yang baik itu selain cerdas dan sempurna akalnya, juga harus memiliki sifat-sifat yang terpuji. Adapun sifat yang harus dimiliki oleh seorang murid yaitu rendah hati, mensucikan diri dari segala keburukan taat dan istiqamah. Sementara yang menjadi evaluasi pendidikan adalah semua bentuk aktifitas yang terkait dengan tugas tanggung jawabnya masing-masing dalam proses pendidikan. Konsep pendidikan Islam dalam pemikiran Al Ghazali ini sejalan dengan tujuan pendidikan di Indonesia saat ini. Dimana pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab. 
 

B. Saran 

Berdasarkan hasil makalah pemikiran Pendidikan Al-Ghazali dan implikasinya terhadap kurikulum Pendidikan Islam, maka penyusun memberikan saran sebagai berikut : 
 
1. Bagi para guru  
Sebagai guru harus mampu untuk membimbing, menuntun, mengembangkan, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik dalam berbagai bidang. Baik dalam mata pelajaran maupun dalam kegiatan ektrakurikuler. 
2. Bagi para mahasiswa program pendidikan 
Sebagai mahasiswa alangkah baiknya kita bisa mencontoh teoriteori Pendidikan yang diajarkan oleh Imam Al Ghazali karena teori ini sudah sangat baik untuk dikembangkan dan sangat sesuai dengan kurikulum saat ini. 
 

Daftar Pustaka

Abu Muhammad, Iqbal.2015.Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 
Al Ghazali. 2003. Ihya ‘ulumiddin. Semarang : Asy Syifa. 
Al Jumbulati, Ali. 1994. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta.  
Al Qurtubi, Abu Madyan. 2014. Mukhtashar Ihya’ Ulumiddin. Depok: Keira Publishing.  
As, Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.  
Ihsan, Hamdani, danIhsan, Fuad. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.  
Muhammad Jawwad, Ridla. 2002. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. 
Nata, Abuddin. 2000. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.  
Nata, Abuddin, 2001, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid; Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.  
Primarni, Amie, dan Khairunnas. 2016. Pendidikan Holistik; Format Baru Pendidikan Islam Membentuk Karakter Paripurna. Jakarta: AMP Press, PT Al Mawardi Prima.  
Ramayulis. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.  
Sulaiman, Fathiyyah Hasan. 1986. Pikiran Al Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu. Bandung: CV Diponegoro. 
Ummul Qura. Arifin, Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.  
Zainudin . 2009. Pendidikan Islam dari Paradigma Klasikal Hingga Kontemporer. 
Malang : Malang Press. 
Posting Selanjutnya Posting Sebelumnya
No Comment
Tambah Komentar
comment url