Laporan Pengembangan Diri Guru Penggerak


e-Pendidikan - Setelah mengikuti pendidikan dan Calon Guru Penggerak telah dinyatakan lulus, maka sebagai bahan laporan pengembangan diri, Admin akan membagikan Contoh Laporan Pengembangan Diri Calon Guru Penggerak. Untuk laporan lain juga pada Pengajar Praktik. Seorang Pengajar Praktik juga harus membuat Laporan Pengembangan Diri Pengajar Praktik.
Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk me
ngimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
Guru penggerak diharapkan menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan yang mewujudkan generasi unggul Indonesia.
Guru penggerak akan berperan untuk:
  1. Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya
  2. Menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah
  3. Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah
  4. Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
  5. Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah
Untuk melengkapi hal tersebut, berikut Admin bagikan contoh Laporan Pengembangan Diri Calon Guru Penggerak. 


LAPORAN KEGIATAN

MENGIKUTI DIKLAT FUNGSIONAL


Pendidikan Guru Penggerak
Angkatan 2

.....................................................,.................................



Disusun sebagai Bukti Fisik Telah Melaksanakan
Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Sub Unsur Pengembangan Diri (PD)


OLEH

NAMA                                        : .........................................................
NIP                                         : .........................................................
JABATAN  GURU                      : .........................................................
PANGKAT, GOL. RUANG         : .........................................................
MAPEL YANG DI AMPU         : .........................................................
UNIT KERJA                          : .........................................................



DINAS PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA KABUPATEN KEBUMEN
SD N..........................
2022

 

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadiran Allah swt karena atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) subunsur kegiatan Pengembangan Diri (PD), dengan nama kegiatan “Pendidikan Guru Penggerak yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika pada tanggal 13 April 2021 sampai dengan 18 Desember 2021 dengan durasi 306 jam.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, melakukan kegiatan pengembangan diri merupakan kewajiban setiap guru. Secara substansial, kegiatan pengembangan diri mengandung dua dimensi penting. Pertama, dimensi keilmuan. Dengan melaksanakan pengembangan diri, ilmu seorang guru akan meningkat. Peningkatan ilmu pada diri seorang guru akan memantapkan guru yang bersangkutan dalam menyongsong perkembangan dan perubahan zaman. 
Dimensi kedua adalah dimensi profesionalisme. Dilihat dari dimensi profesionalisme, kegiatan pengembangan diri yang dilaksanakan oleh seorang guru menunjukkan bukti bahwa setidaknya yang bersangkutan telah melakukan pengembangan dan peningkatan kemampuan pribadi dalam rangka memantapkan dirinya sebagai tenaga profesional. Peningkatan kualitas profesional akan berdampak positif dalam melaksanakan tugas profesinya.
Di luar dua dimensi di atas, ada faktor lain yang tidak kalah penting. Sebagaimana tersurat dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya pasal 17, guru dengan pangkat Penata Muda golongan ruang III/a ke atas, untuk dapat naik ke jenjang satu tingkat di atasnya wajib mengumpulkan angka kredit dari unsur pengembangan diri. Walhasil, kegiatan pengembangan diri merupakan keniscayaaan bagi seorang guru.             

                                                                        ....................., .....................................
                                                                             Penyusun





DAFTAR ISI




1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Deskripsi Kegiatan
4. Matrik Kegiatan
5. Fotokopi Sertifikat
6. Fotokopi Surat Tugas
7. Fotokopi Undangan


 
BAB I

PENDAHULUAN


A. Nama/Judul Diklat

“Pendidikan Guru Penggerak Angkatan ....................................."

B. Waktu Pelaksanaan Diklat 

Tanggal 13 April 2021 sampai dengan 18 Desember 2021 

C. Tempat Diklat 

Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Kebumen sebagai Pelaksana kegiatan.

D. Tujuan Penyelenggaraan Diklat 

  1. Untuk meningkatkan kemampuan profesional para guru dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
  2. Memfasilitasi para guru dalam memperoleh nilai sebagai persyaratan memenuhi kewajiban mengumpulkan angka kredit bagi jabatan fungsional guru dari unsur pengembangan keprofesian berkelajutan (PKB) subunsur pengembangan diri (PD).

E. Lama Waktu Pelaksanaan

Diklat melalui moda daring dan luring selama 306 jam.

F. Penyelenggara 

Penyelenggara pelatihan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika Yogyakarta.

G. Surat Penugasan 

terlampir

H. Fotokopi Sertifikat

Terlampir



 
BAB II

ISI KEGIATAN


A. Tujuan

  1. Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi dan kolaborasi secara mandiri.
  2. Memiliki kematangan moral, emosi dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik.
  3. Merencanakan, menjalankan, merefleksikan dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada murid dengan melibatkan orang tua
  4. Berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan menumbuhkan kepemimpinan murid.
  5. Mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan relevan dengan kebutuhan komunitas di sekitar sekolah.

B. Penjelasan Isi Materi

1. Pembukaan

Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Oleh: Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. melalui mode daring chanel Youtube https://www.youtube.com/watch?v=2YbdlgGdhbE
Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) angkatan 2 telah resmi dimulai pada hari Selasa tanggal 13 April 2021. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim resmi membuka program ini secara daring.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki program khusus bagi para guru Indonesia. PGP merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan menggerakkan ekosistem pendidikan yang lebih baik.
Sebanyak 3.140 pengajar yang telah lolos seleksi akan mengikuti program Guru Penggerak angkatan kedua sampai Desember 2021 mendatang. Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Yenaga Kependidikan (Direktur PPP GTK) Kemendikbud, Praptono memaparkan jumlah tersebut terdiri dari 2.800 calon guru penggerak angkatan kedua yang dinyatakan lulus dari 17.091 pendaftar ditambah 340 calon penggerak hasil seleksi angkatan pertama.
Calon guru penggerak ini akan difasilitasi atau didampingi pengajar praktek sebanyak 576 orang yang diseleksi dari 9.356 pendaftar dan juga akan dilibatkan 232 fasilitator yang diseleksi dari 971 pendaftar dalam acara Pembukaan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 yang digelar virtual.
Adapun Dirjen GTK, menyampaikan pengajar yang akan mengikuti program Guru Penggerak telah melalui proses seleksi yang sangat tidak mudah dan penuh perjuangan. Menyiapkan dokumen administrasi, menulis esai diri, mengisi critical incident, simulasi wawancara. Sebuah proses yang luar biasa panjang dan alhamdullilah bapak ibu ada disini dan bisa untuk memulai perjalanannya.
Pada angkatan pertama pendidikan guru penggerak ini telah diikuti sekitar 2.460 calon guru penggerak dan 507 calon pengajar praktek yang sudah mengikuti pendidikan Guru Penggerak. Menteri Pendidikan juga sudah beberapa kali bertemu dengan keluarga besar guru penggerak dari angkatan pertama.

2. Pengarahan Program

a. Program Pendidikan Guru Penggerak (Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Iwan Syahril.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) membuka pendaftaran seleksi bagi calon Guru Penggerak angkatan ke-2 mulai 13 Oktober hingga 7 November 2020.
Program Guru Penggerak (PGP) angkatan 2 ditujukan untuk mensosialisasikan mengenai program guru penggerak kepada Dinas Pendidikan Provinsi serta kabupaten/kota sebagai upaya menciptakan profil pelajar pancasila. Disamping itu juga, sambungnya, tujuan rakor tersebut untuk menginformasikan mengenai proses serta seleksi bagi guru-guru yang berminat menjadi calon guru penggerak. Juga kepada praktisi pendidikan lainnya yang ingin menjadi pendamping bagi guru penggerak ditahun 2021 mendatang.
Seleksi calon Guru Penggerak angkatan kedua akan dibuka untuk guru-guru jenjang TK, SD, SMP, dan SMA. Sedangkan untuk guru Sekolah Luar Biasa (SLB) pada angkatan kedua ini belum bisa mendaftar sebagai calon guru penggerak.
Daerah sasaran peserta dan pendamping Program Guru Penggerak angkatan kedua berada di 56 Kabupaten/Kota yang tersebar di enam pulau besar dan 22 provinsi. Perencanaan ke depan, kuota calon guru penggerak dari setiap kabupaten/kota tidak akan dipatok 50 guru per kabupaten/kota, bisa lebih atau bisa kurang. Kelulusan akan ditentukan oleh hasil seleksi yang ada disesuaikan dengan kuota calon Guru Penggerak angkatan kedua yakni 2.800. Penentuan hasil seleksi  didasarkan pada nilai akhir peserta, proporsi guru, ketersediaan pendamping, jumlah kecamatan, serta jumlah kepala sekolah pensiun.
Sebagai informasi, pada tahap pertama, seleksi calon Guru Penggerak angkatan kedua akan dilaksanakan pada 20 s.d. 23 November 2020 dengan meliputi seleksi administrasi, biodata, tes bakat skolastik, dan esai.  Selanjutnya, pada tahap kedua yaitu pada 13 Januari s.d. 11 Maret 2021 akan meliputi simulasi mengajar dan wawancara. Tahap terakhir adalah pengumuman hasil seleksi calon Guru Penggerak angkatan kedua pada 20 Maret 2021.
Sedangkan untuk calon pendamping Program Guru Penggerak mulai dibuka pada 20 Oktober hingga 12 November 2020. Penilaian seleksi tahap pertama akan dilakukan pada 23 November hingga 4 Desember 2020 dan akan diumumkan hasil seleksi tahap pertama pada 10 Desember 2020. Selanjutnya, seleksi tahap kedua akan dilakukan pada 5 s.d. 25 Januari 2021 yang teridiri dari simulasi mengajar dan wawancara dan akan diumumkan hasilnya pada 29 Januari 2021.
Kriteria pendamping guru penggerak yang berasal dari guru harus Memiliki pengalaman mengajar minimal 10 tahun; Memiliki masa sisa pensiun 2 tahun; Pernah menjabat sebagai pemimpin pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah (mantan Kepala Sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator mata pelajaran, dsb) atau pengurus inti di organisasi lain luar sekolah misalnya dari Organisasi profesi, MGMP/KKG, Komunitas Guru, Kepramukaan, Organisasi Masyarakat.
Sementara itu, untuk Kepala Sekolah harus memiliki masa sisa pensiun minimal dua tahun, memiliki pengalaman mengajar minimal 10 tahun, dan memiliki pengalaman mentoring kepada guru. Untuk pengawas, harus memiliki masa sisa pensiun minimal dua tahun, memiliki pengalaman mengajar minimal 10 tahun, serta memiliki pengalaman mentoring guru atau kepala sekolah.
Pada angkatan kedua ini, Kemendikbud akan merekrut 76 pendamping dari 14 Kabupaten/Kota untuk memenuhi kuota pendamping Program Guru Penggerak angkatan pertama. Diantaranya dari Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Temanggung, Kota Malang, Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Ambon, Kota Tual, Kabupaten Bima, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Deli Serdang.
Program Guru Penggerak berbentuk pelatihan bagi guru, pelatih, kepala sekolah, dan pengawas sekolah, yang bertujuan untuk menghasilkan bibit-bibit unggul pemimpin Indonesia di masa yang akan datang. Generasi calon pemimpin Indonesia diharapkan dapat terwujud dengan memiliki tujuh karakteristik Profil Pelajar Pancasila, yakni mandiri, beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebinekaan global, dan bernalar kritis.
Program Guru Penggerak dilakukan dengan pendekatan andragogi, yaitu dengan melibatkan peserta didik ke dalam suatu struktur pengalaman belajar dan berbasis pengalaman yang mana nantinya terdapat beberapa proses. Program ini dimulai dari proses rekrutmen bagi guru-guru terbaik yang mengaplikasikan diri mereka sebagai Guru Penggerak, dilanjutkan dengan diadakannya program pelatihan potensi kepemimpinan dan mentorship bagi peserta, kemudian sampai pada tahap kelulusan bagi mereka yang dianggap layak menjadi Guru Penggerak.
Pemerintah berharap dalam waktu lima sampai sepuluh tahun, program ini dapat meningkatkan martabat masyarakat Indonesia dengan meningkatnya kualitas pendidikan melalui banyaknya Guru Penggerak yang tersebar dan bermitra dengan pemerintah daerah. Karena itu ia mengimbau para guru untuk memikirkan dan menyiapkan mental sebelum bergabung menjadi Guru Penggerak.

b.  Dasar Pelaksanaan
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
  3. Permendiknas Nomor  18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru
  4. Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022 Tentang Pendidikan Guru Penggerak
  5. Surat Edaran Mendibud No.4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijaksanaan Pendidikan dalam masa Darurat Penyebaran covid-19
  6. Surat Edaran Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 4704/B.B3/GT/2020 tanggal 15 Oktober 2020 perihal Rekrutmen Calon Peserta dan Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak, dan nomor 6779/B.B3/GT/2020 tanggal 22 Desember 2020 perihal Pengumuman Hasil Seleksi Tahap 1 Calon Guru Penggerak angkatan 2
c. Sasaran
1) Peserta Kegiatan Se-Indonesia
  • Calon Guru Penggerak Angkatan 2: 2.800 orang
  • Pengajar Praktik : 576 orang
  • Fasilitator         : 232  orang
2) Unsur Guru Penggerak
  • Guru TK, SD, SMP dan SMA/SMK se-Kabupaten Kebumen yang lulus seleksi sebanyak 155 orang.

3. Materi Inti

1. Paradigma dan Visi Guru Penggerak oleh Joko Agus Pambudi, SSN, M.PD. (Fasilitator)
a. Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional - Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara terkenal sebagai pahlawan Pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara pula yang mendirikan Taman Siswa sebagai awal berdirinya sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia. Dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara menjelaskan antara Pendidikan dan pengajaran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Pengajaran menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan bathin. Pendidikan merupakan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai berikut:
1) Tabula rasa
Ki Hajar Dewantara mengibaratkan “Anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa”. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar. (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan). Menurut Ki Hajar Dewantara, setiap anak yang lahir sudah membawa kodratnya yaitu watak bawaan yang diturunkan dari kedua orang tuanya, namun masih dalam keadaan samar (belum tampak/belum muncul), maka pendidikan yang menuntun akan memfasilitasi/membantu anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya untuk mencapai tujuan pendidikan sejati yaitu memerdekakan manusia.
2) Menuntun
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan. Kita sebagai pendidik berperan seperti seorang petani atau tukang kebun. Peserta didik seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Peserta didik bagaikan butir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan sinar matahari dan air yang cukup maka akan tumbuh jagung yang berkualitas baik karena perhatian dan perawatan pak tani. Kemudian KHD menjelaskan pula dalam proses “menuntun” anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai pamong dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan nantinya akan membahayakan dirinya.
3) Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
Ki Hajar Dewantara mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut: “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).
Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa didiklah peserta didik kita dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi peserta didik Abad ke-21, tentu sangat berbeda dengan peserta didik di pertengahan dan akhir abad ke-20.
4) Budi Pekerti
Ki Hajar Dewantara menjelaskan keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual).
Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan bahwa keluarga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya.

b. Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak
Nilai yang harus dimiiki oleh guru penggerak, yaitu :
1) Berpihak pada murid
Berpihak pada murid yaitu guru dalam melakukan pembelajaran harus berpihak pada murid, desain atau rancangan pembelajaran diharapkan sesuai dengan kebutuhan murid.
2) Mandiri
Mandiri yaitu, guru harus selalu belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan pembelajaran.
3) Kolaboratif
Kolaboratif yaitu guru harus mampu bekerjasama baik dengan guru baik dalam hal pembelajaran maupun yang lain.
4) Inovatif 
Inovatif yaitu guru harus selalu mencari inovasi untuk melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, misalnya dengan membuat media pembelajaran yang menarik atau pemilihan metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa.
5) Reflektif. 
Reflektif, yaitu guru harus mampu melakukan refleksi atau evaluasi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan sehingga mampu mencari solusi jika ditemukan kendala.
Peran yang dimiliki guru penggerak, antara lain:
1) Pemimpin pembelajaran: menyusun desain pembelajaran, membuat asesmen dan melakukan refleksi pembelajaran di setiap pembelajaran yang dilakukan. Menyusun pembelajaran yang inovatif sesuai dengan kebutuhan siswa, membuat refleksi atau evaluasi sebagai perbaikan pembelajaran berikutnya, dan dalam pembelajaran yang saya lakukan harus berpihak pada siswa sesuai dengan karakteristik siswa agar tujuan Pendidikan dalam memerdekakan anak bisa terwujud.
2) Menjadi coach bagi guru lain: memberikan bimbingan atau pendampingan ke rekan guru serumpun untuk melakukan pembelajaran yang berpihak pada siswa. Hal ini dilakukan dengan adanya supervisi mata pelajaran serumpun, sehingga saya bisa melakukan pendampingan pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyusunan asesmen, dan melakukan refleksi untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan optimal maka saya sendiri juga harus mandiri, yaitu belajar untuk meningkatkan kompetensi diri.
3) Mendorong kolaborasi: bekerjasama untuk mencari solusi dari permasalahan yang ditemukan dalam pembelajaran. Kegiatan supervisi juga dilakukan untuk menemukan permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran sehingga saya dan rekan guru bekerjasama untuk mencari solusi dari permasalahan yang ditemukan. Selain itu saya juga bekerjasama denga guru serumpun untuk melaksanakan kegiatan proyek pembelajaran.
4) Mewujudan kepemimpinan murid: dalam pembelajaran saya mendesain sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa sehingga siswa bisa belajar dengan menyenangkan. Siswa akan aktif dalam pembelajaran sesuai dengan potensi mereka masing-masing. Saya sebagai guru hanya menuntun siswa untuk pembelajaran di kelas.
5) Menggerakkan komunitas praktisi: dengan mengaktifkan komunitas belajar di sekolah, dimana guru mendiseminasikan hal baru yang di dapat di setiap mengikuti pelatihan atau workshop. Berkolaborasi dengan rekan untuk membagikan praktik baik yang sudah dilakukan dalam pembelajaran sehingga bisa dijadikan referensi rekan di sekolah.

c. Visi Guru Penggerak 
Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish” kita yaitu visi yang kita impikan.
Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah. 
Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :
1) Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
2) Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
3) Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?
Langkah-langkah yang perlu dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap ketiga, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.

d. Budaya Positif
Budaya sekolah menurut Fullan (2007) adalah keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang terlihat dari bagaimana sekolah menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berbagai tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh guru, murid, orang tua, dan staf administrasi yang bekerjasama dalam menghadapi berbagai krisis dan pencapaian. 
Dari kedua pengertian tersebut kita melihat bahwa budaya sekolah merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Dalam kebanyakan sekolah di Indonesia, contoh budaya sekolah yang sudah berjalan dengan baik adalah budaya senyum, salam, dan sapa. Tentunya, budaya sekolah tersebut masih perlu dilaksanakan mengingat perannya yang dapat membuat sekolah menjadi lingkungan yang nyaman. 

Urgensi Budaya Positif di Sekolah
1) Peran sekolah sebagai institusi pembentukan karakter
Maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)
Kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru untuk membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat. Karakter yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri yaitu pada Profil Pelajar Pancasila, “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.” Pelajar yang memiliki profil yang demikian itu adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.
2) Pelajar Indonesia
Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. Ia berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah dan memilih yang baik dan benar, bersikap welas asih pada ciptaan-Nya, serta menjaga integritas dan menegakkan keadilan. 
Pelajar Indonesia senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan, serta secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai bagian dari warga Indonesia dan dunia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Pelajar Indonesia memiliki identitas diri merepresentasikan budaya luhur bangsanya. Ia menghargai dan melestarikan budayanya sembari berinteraksi dengan berbagai budaya lainnya. Ia peduli pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong. 
3) Panduan dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah
Beberapa panduan dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah agar program yang dibentuk dapat berjalan dengan efektif :
  • Nilai inti (Core values) yang disusun didefinisikan, dilaksanakan, dan tertanam dalam budaya sekolah
  • Karakter harus secara komprehensif menggambarkan cara berpikir, merasa, dan berperilaku
  • Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif dan proaktif untuk mengembangkan karakter
  • Sekolah harus menjadi komunitas yang menunjukkan rasa peduli
  • Untuk mengembangkan karakter, murid membutuhkan kesempatan agar dapat berperilaku baik secara moral
  • Melibatkan seluruh staf sekolah
  • Memerlukan kepemimpinan positif (positive leadership) dari staf sekolah dan murid
  • Melibatkan orang tua dan komunitas sekolah lainnya
  • Menilai hasil pendidikan karakter dan melakukan improvisasi secara berkala
Posisi Kontrol Guru
Disiplin dan Hukuman
Pada umumnya orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda. Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku  murid, disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.
Disiplin Positif
Disiplin positif adalah sebuah model disiplin yang difokuskan pada perilaku positif murid agar menjadi pribadi yang penuh hormat dan bertanggung (Nelsen, Lott & Glenn, 2000). Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan emosional dan keterampilan kehidupan yang penting dengan cara penuh hormat  dan membesarkan hati tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, staf administrasi dan lainnya). Kebalikan dari disiplin positif adalah disiplin negatif yang berfokus pada hukuman. Disiplin negatif cenderung menghambat perkembangan sosial, emosional dan keterampilan hidup murid. Dengan disiplin positif, guru diharapkan dapat mewujudkan budaya positif baik di kelas maupun sekolah.
Upaya membangun Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid, dilakukan dengan:
  • Membuat Kesepakatan Kelas sebagai Langkah Awal dalam Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid
  • Menciptakan Visi Sekolah untuk Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid
2. Praktik Pembelajaran
a. Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
  • Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  • Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  • Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
  • Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  • Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
b. Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk
  • memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
  • menetapkan dan mencapai tujuan positif
  • merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
  • membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta
  • membuat keputusan yang bertanggung jawab. 
Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga ruang lingkup: 
Kegiatan rutin:  kegiatan yang dilakukan di luar waktu belajar akademik. Misalnya, kegiatan membaca bersama, ekskul, perayaan hari besar, acara sekolah, apel pagi, kerja bakti, senam pagi bersama, seminar/pelatihan
Terintegrasi dalam pembelajaran: sebagai  strategi pembelajaran atau diintegrasikan dalam kurikulum. Misalnya,  melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll.
Protokol: budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menjaga ketenangan di ruang perpustakan, berdoa  di mushola sekolah dengan khidmat, dll.
c. Coaching
Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:
  • sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999) 
  • kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan diluncurkannya program merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
  • keterampilan membangun dasar proses coaching
  • keterampilan membangun hubungan baik
  • keterampilan berkomunikasi
  • keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan:


3. Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah
a. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1) Individu lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar.
2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain.
3) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika.  Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu,  atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
4) Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini  paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.

b. Kepemimpinan dalam Pengembangan Sumberdaya
Eksosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.
Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
  • Murid
  • Kepala Sekolah
  • Guru
  • Staf/Tenaga Kependidikan
  • Pengawas Sekolah
  • Orang Tua
  • Masyarakat sekitar sekolah
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:
  • Keuangan
  • Sarana dan prasarana
b. Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Berbasis pada kekurangan/masalah/hambatan

Berbasis pada aset

Fokus pada masalah dan isu

Fokus pada aset dan kekuatan

Berkutat pada masalah utama

Membayangkan masa depan

Mengidentifikasi kebutuhan dan kekurangan – selalu bertanya apa yang kurang?

Berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan kekuatan untuk mencapai kesuksesan tersebut.

Fokus mencari bantuan dari sponsor atau institusi lain

Mengorganisasikan kompetensi dan sumber daya (aset dan kekuatan)

Merancang program atau proyek untuk menyelesaikan masalah

Merancang sebuah rencana berdasarkan visi dan kekuatan

Mengatur kelompok yang dapat melaksanakan proyek

Melaksanakan rencana aksi yang sudah diprogramkan


Aset dalam sebuah komunitas (Asset building and community development) ada 7 aset utama/ modal utama, yaitu:
1) Modal Manusia
Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang.
Contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok.  Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi.  Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.
2) Modal Sosial
Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. 
  • Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas  dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. 
  • Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3) Modal Fisik
Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu: Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan. Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4) Modal Lingkungan/alam
Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup.  Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.
5) Modal Finansial
Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6) Modal Politik
Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7) Modal Agama dan budaya
Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya.
Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.

c. Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid
Risiko dalam sebuah program merupakan sebuah langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi segala  sesuatu yang  kemungkinan besar dapat terjadi, termasuk juga dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan  wajib melakukan  rangkaian analisis dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan dan mengevaluasi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan program sekolah.
Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan karena apabila  risiko tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan kerugian serta hambatan,  sehingga program sekolah yang telah direncanakan  tidak berjalan dengan baik  Begitu pula sebaliknya apabila  risiko dapat  dikelola dengan baik maka sekolah dapat meminimalisir  segala kerugian yang dapat menghambat jalannya program  sekolah yang telah direncanakan. 

Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:
  • Risiko Strategis,  merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
  • Risiko Keuangan, merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
  • Risiko operasional, merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
  • Risiko pemenuhan, merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
  • Risiko Reputasi, merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)
Pada akhirnya perubahan-perubahan yang dilakukan sekolah akan menimbulkan suatu risiko, namun tidak melakukan perubahan pun merupakan sebuah risiko oleh karena itu setiap sekolah harus mengidentifikasi risiko dan merencanakan pengelolaannya. Apabila semua sekolah dapat menerapkan manajemen risiko maka setiap kerugian akan dapat diminimalisir. Adapun tahapan manajemen risiko adalah sebagai berikut:
  • identifikasi jenis risiko, 
  • pengukuran risiko, 
  • melakukan strategi dalam pengendalian risiko 
  • melakukan evaluasi terus-menerus, maju dan berkelanjutan

C. Tindak lanjut

Setelah mengikuti kegiatan diklat tatap muka tentang Pendidikan Guru Penggerak yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Yogyakarta, penyusun akan berusaha menerapkan ilmu yang diperoleh di sekolah tempat penyusun bertugas sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

D. Dampak 

Setelah mengikuti pendidikan pada tanggal 13 April 2021 sampai dengan 18 Desember 2021 dengan narasumber para profesional di bidangnya, penyusun benar-benar memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan wawasan baru berkaitan dengan tugas penyusun yaitu sebagai guru yang harus siap dengan perkembangan dan perubahan zaman khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
 
BAB III

PENUTUP


Demikian laporan ini dibuat sebagai bukti fisik telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Diri sub unsur mengikuti Diklat Fungsional. Sudah barang tentu kegiatan yang telah penyusun ikuti sangat bermanfaat bagi penyusun. Semoga bermanfaat pula bagi pihak-pihak lain.



Posting Selanjutnya Posting Sebelumnya
No Comment
Tambah Komentar
comment url