Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Supervisi Akademik
Secara definisi, supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).
Hal peningkatan performa pembelajaran tersebut juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 201 Tentang Standar Nasional Pendidikan, bagian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan berikut:
Pasal 14 ayat (1)
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pembelajaran, penilaian proses pembelajaran selain dilaksanakan oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang dapat dilaksanakan oleh:
- sesama pendidik;
- kepala Satuan Pendidikan; dan/atau
- Peserta Didik.
Penilaian proses pembelajaran oleh sesama pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan asesmen oleh sesama pendidik atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan. Sedangkan penilaian proses pembelajaran oleh kepala Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan asesmen oleh kepala Satuan Pendidikan pada Satuan Pendidikan tempat pendidik yang bersangkutan atas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik yang bersangkutan.
Memang dalam pelaksanaannya, tidak bisa kita pungkiri bahwa seringkali supervisi akademik dilihat sebagai sebuah proses yang bersifat satu arah. Apalagi jika supervisi akademik ini hanya terjadi satu tahun sekali menjelang akhir tahun pelajaran. Supervisi menjadi sebuah tagihan atau kewajiban para pemimpin sekolah dalam tanggung jawabnya mengevaluasi para tenaga pendidik. Saatnya sekarang kita mengembalikan semangat supervisi akademik mula-mula dengan melihat dan berpikir dengan menggunakan kacamata dan topi seorang coach: supervisi akademik sebagai proses berkelanjutan yang memberdayakan.
Kualitas pengajaran atau akademik guru diharapkan meningkat melalui supervisi akademik, namun hal ini tidak berarti supervisi akademik hanya berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan semata. Kualitas guru yang diharapkan untuk berkembang juga termasuk didalamnya peningkatan motivasi atau komitmen diri. Kualitas pembelajaran meningkat seiring meningkatnya motivasi kerja para guru.
Supervisi akademik dengan paradigma berpikir Coaching
Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.
Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):
- Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,
- Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,
- Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan supervisi akademik ini terpadu dan integral, tidak mengesampingkan tujuan yang satu dari yang lainnya.
Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses peningkatan kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.
Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:
- Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
- Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
- Terencana
- Reflektif
- Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
- Berkesinambungan
- Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik
Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Pada tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Tahap pelaksanaan diisi dengan kegiatan berdasarkan teknik dan model yang dipersiapkan. Kegiatan bervariasi dari kegiatan individu dan/atau berkelompok. Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Istilah supervisi klinis ini diperkenalkan oleh Morris Cogan dari Harvard University. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas.
Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:
- Interaksi yang bersifat kemitraan
- Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan disepakati bersama antara guru dan supervisor
- Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi
- Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan
- Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik
- Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui percakapan guru dan supervisor
- Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri
- Merupakan kegiatan yang berkelanjutan
Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni
Pra-observasi, Observasi dan Pasca-observasi.
- Pra-observasi
Pertemuan pra-observasi ini merupakan percakapan yang membangun hubungan antara guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan kompetensi diri
- Observasi
Aktivitas kunjungan kelas yang dilakukan oleh supervisor
- Pasca-observasi
Percakapan supervisor dan guru terkait hasil data observasi, menganalisis data, umpan balik dan rencana pengembangan kompetensi. Proses percakapan bersifat reflektif dan bertujuan perbaikan ke depan.
Percakapan Pra-observasi
Ada alasan penting mengapa percakapan dengan guru sebelum kegiatan observasi kelas dibutuhkan. Pertama, percakapan awal ini membangun kepercayaan dari guru kepada pimpinan sekolah sebagai supervisor yang profesional karena merencanakan kegiatan ini dengan baik. Kedua, percakapan awal memberikan perasaan tenang mengenai tujuan dari rangkaian supervisi klinis. Supervisor menempatkan diri sebagai mitra atau rekan seperjalanan mereka dalam pengembangan diri. Ketiga, kesepakatan yang dihasilkan pada tahap ini mengenai aspek-aspek pengembangan yang akan diobservasi memberikan rasa percaya diri dan motivasi internal karena guru merasakan keterlibatan aktif dalam proses. Guru diberikan kesempatan untuk menyampaikan rancangan pembelajaran dan apa yang menjadi target pengembangan untuk diobservasi.
Percakapan pra-observasi ini biasanya berlangsung singkat sekitar 15 sampai 20 menit. Dengan menggunakan percakapan coaching untuk perencanaan, supervisor dapat mencatat apa yang menjadi sasaran pengembangan guru dan menginformasikan kepada guru prosedur supervisi klinis ini.
Supervisor menyampaikan tujuan besar supervisi dan tujuan dari percakapan awal.
Guru menyampaikan rancangan pelaksanaan pembelajaran dan menginformasikan aspek perkembangan yang hendak diobservasi
Supervisor dan guru menyepakati sasaran observasi, waktu kunjungan kelas dan waktu percakapan pasca-observasi
Supervisor menginformasikan bahwa ia akan mencatat kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru di kelas
Percakapan pra-observasi baiknya berlangsung dengan suasana santai dan kekeluargaan dan dengan semangat positif.
Observasi
Observasi adalah aktivitas pengamatan oleh supervisor pada saat guru melaksanakan pembelajaran di kelas. Tujuan utama tahap ini adalah mengambil data atau informasi secara obyektif mengenai aspek pengembangan yang sudah disepakati. Motif pelaksanaan observasi kelas ini harus berawal dari kebutuhan pembelajaran murid dan kebutuhan pengembangan potensi guru serta pemahaman bahwa observasi ini dilakukan supervisor bersama-sama dengan guru.
Pengamatan oleh supervisor menggunakan instrumen yang telah ditentukan sebelumnya dan fokus pada sasaran yang sudah disepakati. Namun dapat saja pada saat observasi ada hal-hal menarik di luar hal yang sudah disepakati yang ditemukan oleh supervisor yang dapat bermanfaat bagi guru dalam pengembangan kompetensi dirinya sebagai pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid.
Percakapan Pasca-observasi
Dalam proses percakapan pasca-observasi ini, supervisor dan guru secara bersama memahami tujuan percakapan dan saling percaya akan tahapan kegiatan yang berlangsung. Percakapan pasca-observasi idealnya berisikan aktivitas berikut:
- Tujuan percakapan: analisis hasil data observasi
- Percakapan umpan balik
- Percakapan perencanaan area pengembangan
- Rencana aksi pengembangan diri
Dalam percakapan pasca-observasi, supervisor dapat menggunakan model percakapan untuk refleksi dan percakapan untuk kalibrasi dengan menggunakan data yang telah diambil pada saat kunjungan kelas sesuai dengan kesepakatan akan aspek-aspek yang hendak diperhatikan. Supervisor memberikan ruang bagi guru berefleksi pada saat analisis hasil data observasi dan melalui percakapan coaching, guru dapat menemukan sendiri area pengembangan selanjutnya. Saat guru, dengan dituntun oleh pertanyaan berbobot dan proses pemberian umpan balik berbasis coaching, menemukan area pengembangan dan perbaikan diri yang hendak dilakukan, guru akan merasakan kepemilikan akan proses supervisi yang memberdayakan dirinya dan berkelanjutan.
Tindak lanjut Supervisi
Kegiatan supervisi akademik tidaklah berhenti saat rangkaian supervisi klinis selesai. Dengan prinsip berkesinambungan dan memberdayakan, seorang supervisor meneruskan hasil dari tahapan pelaksanaan supervisi akademis dan klinis sebagai pijakan lanjutan bagi proses tindak lanjut yang meliputi refleksi, perencanaan pengembangan diri dan pengembangan proses pembelajaran. Kegiatan tindak lanjut dapat berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan. Semua kegiatan ini dapat dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi.
Seorang supervisor dengan paradigma berpikir seorang coach akan senantiasa menjadi mitra pengembangan diri para guru dan rekan sejawatnya demi mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid. Percakapan-percakapan antara supervisor dan para guru senantiasa memberdayakan sehingga setiap guru dapat menemukan potensi dan meningkatkan kompetensi yang ada pada setiap individu. Supervisi akademik menjadi bagian dalam perjalanan seorang pendidik menuju tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid dan membawa setiap murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Gambar 5. Contoh Lembar Rencana Pengembangan Diri
Kepala Sekolah sebagai seorang Coach
Dalam menjalankan peran sebagai kepala sekolah dan supervisor dilema yang dialami Pak Lukman sering kali terjadi. Dapatkah seorang pemimpin dapat menjadi seorang evaluator atau penilai dan coach dalam menjalankan perannya? Jawabannya, Ya.
Carl Glickman (1985) dari Universitas Georgia menemukan jawaban dari dilema ini. Glickman mengatakan bahwa hal ini mungkin terjadi jika:
- Adanya rasa percaya dalam hubungan supervisor dan guru serta dalam proses supervisi akademik ini
- Guru menyadari dan memahami peran yang sedang ditunjukkan oleh kepala sekolah
- Peran kepala sekolah tulus dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Ketika menjadi sedang dalam kebutuhan untuk evaluasi, hanya perilaku sebagai evaluator yang ditunjukkan. Ketika sedang melakukan percakapan coaching, maka perilaku seorang coach-lah yang ditampilkan. Begitupula dengan peran lainnya yang mungkin dibutuhkan seperti konsultan atau trainer. Terlepas dari proses supervisi akademik, kepala sekolah perlu menginformasikan pada coachee mengenai peran yang sedang dilakukan.
Supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching memberikan sebuah dimensi pertumbuhan dan pengembangan diri yang seringkali hilang dari sebuah rangkaian supervisi (Dolcemascolo, Miori- Merola, dan Ellison 2014 dalam Costa, A. 2016). Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.