1.4.a.7. Demonstrasi Konstektual - Budaya Positif
Pentingnya Budaya Positif Sekolah
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP mampu membuat kesepakatan kelas sebagai langkah awal dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid dengan menerapkan landasan budaya positif
e-Pendidikan Untuk memahami budaya sekolah maka kita harus pahami dulu bahwa yang tampak dan dapat dilihat oleh kita dari budaya sekolah adalah artefaknya seperti visi misi sekolah, bahasa yang diajarkan di sekolah, kegiatan belajar mengajar yang diterapkan, pakaian yang dikenakan oleh warga sekolah, jam belajar, upacara sekolah, ekstrakurikuler, tata tertib sekolah, gedung sekolah, taman sekolah, kebersihan sekolah, dan sebagainya yang dapat diindera oleh kita. Selebihnya, yang jauh lebih dalam dari artefak adalah keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi dasar yang dianut oleh warga sekolah. Nah, asumsi dasar, nilai-nilai, dan keyakinan yang dianut oleh warga sekolah akan berpengaruh secara langsung terhadap artefak dari budaya sekolah tersebut dalam wujud visi misi sekolah, bahasa, kebersihan sekolah, kegiatan belajar mengajar, dan sebagainya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa budaya positif di sekolah tidaklah berdiri sendiri dalam menciptakan budaya ajar yang baik, melainkan satu sama lain saling terintegrasi dan mempengaruhi satu sama lain.
Nilai-nilai merupakan bagian dari budaya sekolah yang tidak dapat dilihat secara langsung. Hanya dapat dirasakan dari cerminan kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekolah tersebut. Secara umum sejatinya semua warga sekolah memiliki nilai-nilai positif sebagai warisan dari nilai-nilai Nusantara. Nilai-nilai positif sejatinya sudah dimiliki oleh peserta didik, peran kita sebagai guru hanya membantu menumbuhkembangkan saja, diantaranya melalui pembelajaran di kelas.
Nilai-nilai seperti Beriman dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia dapat diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar melalui pembiasaan berdo’a sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Nilai-nilai seperti mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkhibenakaan global dapat diterapkan dalam variasi metode atau model pembelajaran,yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga nilai-nilai tersebut dapat ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran di kelas.
Saya mengamati dari beberapa modul sebelumnya, modul yang sangat berperan dalam mendukung budaya positif adalah yang berkaitan dengan paradigma pendidikan, nilai, dan visi yakni : (1) Paradigma Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara; (2) Nilai dan Peran Guru Penggerak, dan (3)Visi Guru Penggerak. Modul Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengubah pandangan saya bahwa guru sejatinya hanya memposisikan diri sebagai ‘petani’ atau ‘tukang kebun’ yang hanya mengkondisikan kegiatan, tempat, pembelajaran serta merawat agar peserta didik dapat tumbuh maksimal sesuai dengan kodrat atau potensinya. Modul Nilai dan Peran Guru Penggerak membantu saya dalam membangun kesadaran internal bahwa nilai-nilai seperti inovatif, mandiri, kolaboratif, reflektif, dan berpihak pada murid sudah semestinya dimiliki oleh seorang guru.
Demikian pula dengan peran guru penggerak sebagai pemimpin, seperti : (1) pemimpin dalam pengembangan diri dan orang lain, (2) pemimpin pembelajaran di kelas, (3) pemimpin manajerial sekolah, (4) pemimpin pengembangan sekolah. Berikutnya adalah modul yang berkaitan dengan visi guru penggerak. Modul ini memberikan pemahaman kepada saya bahwa visi itu sangat penting sebelum kita melangkah. Visi yang kita miliki akan berpengaruh terhadap kekuatan dan energi kita untuk menggapai apa yang diharapkan dan kedalaman dan keluasan visi seorang guru sangat dipengaruhi oleh asumsi dasar dan nilai-nilai yang diyakini oleh yang bersangkutan.
Sebagai seorang guru penggerak sudah semestinya berupaya tanpa henti untuk mengasah perannya sebagai pemimpin pengembangan diri dan orang lain. Dalam menjalankan perannya tersebut terutama untuk menularkan kebiasaan baik terhadap guru lain, seorang guru harus memiliki kemampuan membangun komunikasi positif yang dibarengi keteladanan diri agar orang yang diajak untuk melakukan kebiasaan baik dapat turut serta melakukan hal yang serupa dengan kita atau paling tidak memebrikan dukungan meskipun belum bisa meniru apa yang kita lakukan. Setiap guru tentu memiliki asumsi dasar yang berbeda terkait dengan dirinya, kemampuan yang dibutuhkan, dan kebiasaan baik yang harus senantiasa di dawamkan. Seorang guru penggerak perlu melakukan pendekatan personal kepada guru lainnya untuk mengetahui potensi positif yang bisa diberdayakan dari rekan-rekan guru lainnya dalam rangka mengembangkan budaya positif. Untuk membiasakan hal yang positif dapat dimulai dari hal yang kecil, sederhana, mudah, dan ringan yang dapat dijalankan secara berkelanjutan.
Untuk menjadikan kebiasaan positif di kelas menjadi sebuah budaya sekolah dan visi sekolah tentunya dibutuhkan pemikiran dan kesepakatan kolektif yang digali dari asumsi dasar normatif, nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah, dan impian normatif kolektif warga sekolah. Masing-masing guru dapat menyampaikan praktik baik yang sudah dilakukan di kelasnya masing-masing untuk kemudian sekiranya baik dapat diadopsi dan diadaptasi menjadi praktik baik sekolah. Dari hal tersebut kita dapat menggali nilai-nilai budaya positif dan kebiasaan positif apa yang menjadi budaya positif sekolah untuk kemudian dituangkan secara tertulis menjadi visi sekolah.