Sejarah Pendidikan Islam – Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia/Nusantara
Sejarah Pendidikan Islam
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia/Nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
Semenjak
manusia diciptakan oleh Allah swt, ilmu pengetahuan merupakan bekal
utama manusia dalam mengarung kehidupan didunia ini. Setelah adam
diturunkan kebumi, maka ilmu pengetahuan pun berkembang sesuai dengan
perkembangan manusia itu sendiri. Sejarah membuktikan bahwa era
perkembangan manusia ditandai zaman batu, perunggu, emas dan lainnya.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang
amat sederhana sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan
lengkap. Tujuannya selain dari memperkuat khazanah ilmu pengetahuan
yang bernuansa keislaman, juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan
bagi para pengelola pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya.hal ini
sejalan dengan prinsip yang umumnya dianut masyarakat Islam Indonesia,
yaitu: mempertahankan tradisi masa lampau yang masih baik.dengan cara
demikian upaya pengembangan lembaga pendidikan Islam, lembaga pendidikan
Islam telah berperan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.
Sedangkan
dilihat dari segi sosial pada saat itu, perkembangan lembaga pendidikan
dan tradisi keilmuan berjalan dengan pesat, baik ketika pemerintahan
dalam kondisi yang baik maupun dalam kondisi merosot. Karena kemajuan
lembaga pendidikan tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah. Dan
rata-rata khalifah yang memiliki keendrungan atau kecintaan terhadap
ilmu pengetahuan selalu meninggalkan kemajuan dalam peradaban Islam. Dan
yang menarik lagi adalah para intelektual Islam secara langsung atau
praktis tidak terlibat dalam kegiatan politik, namun lebih memilih
melalui teoritis. Inilah kunci kesuksesan mereka, sebab dengan
ketidakterlibatannya maka mereka lebih konsen, aman dan damai dalam
melakukan aktifitas keilmuan di lembaga-lembaga pendidikan Islam di
nusantara.
BAB II
LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. SURAU
Istilah surau di minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam system minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berpungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur. Fungsi surau ini semakin kuat karna struktur masyarakat minangkabau yang menganut system matrilineal. Menurut ketentuan bahwa laki-laki tak punya kamar dirumah orang tuanya, sehingga mereka diharuskan untuk tidur disurau. Kenyataan ini menyebabkan surau menjadi tempat penting pendewasaan generasi Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan lainnya.
Istilah surau di minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam. Surau dalam system minangkabau adalah kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap rumah gadang yang berpungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul, rapat dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orang tua yang uzur. Fungsi surau ini semakin kuat karna struktur masyarakat minangkabau yang menganut system matrilineal. Menurut ketentuan bahwa laki-laki tak punya kamar dirumah orang tuanya, sehingga mereka diharuskan untuk tidur disurau. Kenyataan ini menyebabkan surau menjadi tempat penting pendewasaan generasi Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun keterampilan lainnya.
Fungsi
surau tidak berubah setelah kedatangan islam, hanya saja fungsi
keagamaannya semakin penting yang diperkenalkan pertama kali syekh
Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam khususnya tarekat
(suluk). Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau menggunakan
system pendidikan halaqoh. Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya
masih di seputar belajar huruf hijaiyah dan membaca Al-quran. Di
samping ilmu-ilmu keislaman lainnya. Seperti keislaman, akhlak dan
ibadah, pada umumnya pendidikan ini dilaksanakan pada malam hari. Secara
bertahap, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami
kemajuan. Ada dua jenjang pendidikan surau pada era ini, yaitu:
1. Pengajian kitab
Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi, ilmu sharap dan ilmu nahu, ilmu fikih, ilmu tafsir dan ilmu-ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Pada masa awal, kitab yang dipelajari pada masing-masing materi pendidikan masih mengacu pada satu kitab tertentu. Setelah ulama Minangkabau yang belajar di timur tengah kembali ke tanah air, sumber yang digunakan mulai mengalami pergeseran. Kitab yang digunakan pada setiap materi pendidikan sudah bermacam-macam.
Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi, ilmu sharap dan ilmu nahu, ilmu fikih, ilmu tafsir dan ilmu-ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Pada masa awal, kitab yang dipelajari pada masing-masing materi pendidikan masih mengacu pada satu kitab tertentu. Setelah ulama Minangkabau yang belajar di timur tengah kembali ke tanah air, sumber yang digunakan mulai mengalami pergeseran. Kitab yang digunakan pada setiap materi pendidikan sudah bermacam-macam.
Metode
pendidikan yang digunakan di surau bila dibandingkan dengan metode
pendidikan modern, sesungguhnya metode pendidikan surau memiliki
kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya terletak pada kemampuan
menghafal muatan teoritis keilmuan. Sedangkan kelemahannya terdapat pada
lemahnya kemampuan memahami dan menganalisis teks, disisi lain metode
pendidikan ini diterapkan secara keliru, siswa banyak yang bisa membaca
dan menghafal isi suatu kitab, akan tetapi tidak bisa mengerti apa yang
dibaca dan di hafalnya itu.
Untuk
memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai ajaran agama Islam. Maka
Syekh Abdurrahman mendirikan surau yang terkenal dengan surau dagang. Di
surau inilah Syekh Abdurrahman mengajarkan Al-quran dengan berbagai
macam irama dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
2. Pengajaran Al-quran
Untuk mempelajari al-quran ada dua macam tingkatan:
1. Pendidikan rendah, yaitu pendidikan untuk memahami ejaan huruf Al-quan dan membaca Al-quran. Disamping itu juga dipelajari cara berwudhu’ dan tata cara shalat yang dilakukan dengan metode praktik dan menghapal.
2. Pendidikan atas, yaitu pendidikan membaca Al-quran dengan lagu, kasidah, berzanji, dan tajwid.
Lama pendidikan dikedua jenis pendidikan tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa baru dikatakan tamat bila ia telah mampu menguasai materi-materi di atas dengan baik.
Untuk mempelajari al-quran ada dua macam tingkatan:
1. Pendidikan rendah, yaitu pendidikan untuk memahami ejaan huruf Al-quan dan membaca Al-quran. Disamping itu juga dipelajari cara berwudhu’ dan tata cara shalat yang dilakukan dengan metode praktik dan menghapal.
2. Pendidikan atas, yaitu pendidikan membaca Al-quran dengan lagu, kasidah, berzanji, dan tajwid.
Lama pendidikan dikedua jenis pendidikan tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa baru dikatakan tamat bila ia telah mampu menguasai materi-materi di atas dengan baik.
B. MEUNASAH
Meunasah merupakan pendidikan Islam terendah. Meunasah berasal dari kata Arab madrasah. Meunasah merupakan suatu bangunan yang terdapat di setiap kampung atau desa. Bangunan ini seperti rumah, tetapi tidak mempunyai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan ini digunakan sebagai tempat belajar dan berdiskusi serta membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan.
Meunasah merupakan pendidikan Islam terendah. Meunasah berasal dari kata Arab madrasah. Meunasah merupakan suatu bangunan yang terdapat di setiap kampung atau desa. Bangunan ini seperti rumah, tetapi tidak mempunyai jendela dan bagian-bagian lain. Bangunan ini digunakan sebagai tempat belajar dan berdiskusi serta membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan kemasyarakatan.
Meunasah secara fisik adalah, bangunan rumah panggung yang di buat pada setiap kampung. Dan di antara fungsi meunasah adalah:
1. Sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat dan tempat penyalurannya, tempat musyawarah dan sebagainya,
2. Sebagai lembaga pendidikan Islam dimana diajarkan pelajaran membaca Al-quran. Pengajian bagi orang dewasa diadakan pada malam hari tertentu dengan metode ceramah satu bulan sekali.
1. Sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat dan tempat penyalurannya, tempat musyawarah dan sebagainya,
2. Sebagai lembaga pendidikan Islam dimana diajarkan pelajaran membaca Al-quran. Pengajian bagi orang dewasa diadakan pada malam hari tertentu dengan metode ceramah satu bulan sekali.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, meunasah bukan hanya berfungsi sebagai
tempat beribadah saja, melainkan juga sebagai tempat pendidikan, tempat
pertemuan, bahkan juga sebagai tempat jual beli barang-barang yang tak
bergerak. Lama pendidikan di meunasah tidak ada batasan tertentu.
Umumnya pendidikan berlangsung selama dua sampai sepuluh tahun.
pengajaran biasanya berlangsung malam hari, biasanya pelajaran diawali
dengan mengajarkan huruf hijaiyah dengan metode mengenal huruf kemudian
merangkai huruf. Setelah itu dilanjutkan dengan membaca juz amma, sambil
menghafalkan surat-surat pendek. Kemudian baru ditingkatkan dengan
membaca Al-quran besar di lengkapi dengan tajwidnya.
Belajar
di meunasah tidak di pungut bayaran, karena mengajar dianggap ibadah.
keberadaan meunasah sebagai lembaga pendidikan tingkat dasar sangat
mempunyai arti di Aceh, semua orang tua memasukkan anaknya ke meunasah.
Dengan kata lain meunasah merupakan madrasah wajib belajar bagi
masyarakat Aceh masa lalu. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila orang
Aceh mempunyai fanatisme agama yang tinggi.
C. PESANTREN
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri, yang menunjukkan tempat. Dengan demikian pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo,pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan para santri tinggal di asrama.
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri, yang menunjukkan tempat. Dengan demikian pesantren artinya tempat para santri. Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo,pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan para santri tinggal di asrama.
Kehadiran
pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntutan umat, karena pesantren
sebagai lembaga pendidikan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan
masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaannya di tengah masyarakat
tidaklah terasa asing. Dalam waktu yang sama segala aktifitasnya pun
mendapat dukungan dan apresiasi penuh dari masyarakat sekitarnya. Dari
persfektif kependidikan, pesantren merupakan satu-satunya lembaga
kependidikan yang tahan terhadap berbagai gelombang modernisasi. Sejak
dilancarkan perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai
dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam
seperti pesantren yang mampu bertahan.
Di
sisi lain, ciri-ciri pesantren berikut unsur-unsur kelembagaannya tidak
bisa dipisahkan dari sistem kultural dan tidak dapat pula diletakkan
pada semua pesantren secara uniformitas karena setiap pesantren
mempunyai keunikannya masing-masing. Tetapi pesantren secara umum
memiliki karakteristik pesantren itu dari segi:
a. Materi pelajaran dan metode pengajaran
Sebagai lembaga pendidikan islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama.sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab (kitab tafsirnya kuning). Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-quran dengan tajwid dan, aqa’id dan ilmu kalam, fikih dan usul fikih , tarikh, tasawuf dan sebagainya.
Sebagai lembaga pendidikan islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama.sedangkan kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab (kitab tafsirnya kuning). Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-quran dengan tajwid dan, aqa’id dan ilmu kalam, fikih dan usul fikih , tarikh, tasawuf dan sebagainya.
b. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperi dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal.umumnya kenaikan tingkat seorang santri ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari.
Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperi dalam lembaga-lembaga pendidikan yang memakai sistem klasikal.umumnya kenaikan tingkat seorang santri ditandai dengan tamat dan bergantinya kitab yang dipelajari.
c. Fungsi pesantren
Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan.sebagai lembaga pendidikan pesantren menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal. Dan sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan status.
Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran keagamaan.sebagai lembaga pendidikan pesantren menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal. Dan sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan status.
d. Kehidupan kiai dan santri
Berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kiai yang menetap di suatu tempat. Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan bermukim di tempat itu. Sedangkan biaya kehidupan dan pendidikan disediakan bersama-sama oleh para santri dengan dukungan masyarakat dan sekitarnya.
Berdirinya pondok pesantren bermula dari seorang kiai yang menetap di suatu tempat. Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan bermukim di tempat itu. Sedangkan biaya kehidupan dan pendidikan disediakan bersama-sama oleh para santri dengan dukungan masyarakat dan sekitarnya.
Usaha-usaha pendidikan
agama di masyarakat, yang kelak dikenal dengan pendidikan non formal
ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang
keberhasilan pendidikan Islam dan memberikan motivasi yang kuat bagi
umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan
lebih sempurna. Tempat-tempat pendidikan Islam seperti inilah yang
menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren dan
pendidikan Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang
berdasarkan keagamaan.
Sesuai dengan
namanya, maka pondok berarti tempat menginap dan tempat para santri
mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di tempat itu.
Murid-muridnya yang tinggal di pesantren itu bermacam-macam sebagai satu
keluarga dibawah pimpinan gurunya. Mereka belajar hidup sendiri,
mencuci sendiri dan mengurus hal ikhwalnya sendiri.di pesantren
ini,murid-murid besar dan kecil duduk melingkar (halaqoh) mengelilingi
pak kyai. Mereka menerima pelajaran yang sama, terserahkan kepada murid
untuk memilih bidang pengetahuan apa yang akan mereka pelajari dan pada
tingkat pelajaran mana mereka ingin memulai.
Eksistensi
kiai dalam pesantren merupakan lambang kewahyuan yang selalu disegani,
dipatuhi dan di hormati secara ikhlas. Para santri dan masyarakat
sekitar selalu berusaha agar dapat dekat dengan kiai untuk memperoleh
berkah, sebab menurut anggapan mereka kiai memiliki kedudukan yang tak
terjangkau, yang tak dapat sekolah dan masyarakat memahami keagungan
Tuhan dan rahasia alam.
Dilihat dari
proses tranformasi, sekurang-kurangnya pesantren dapat dibedakan menjadi
tiga corak, yang pertama yaitu pesantren tradisional. Pesantren yang
masih mempertahankan nilai-nilai tradisionalnya dalam arti tidak
mengalami transformasi yang berarti dalam sistem pendidikannya tidak ada
inovasi yang menonjol. Kedua pesantren tradisional, corak pendidikan
pada pesantren ini sudah mulai mengadopsi sistem pendidikan modern
tetapi tidak sepenuhnya. Prinsip selektifitas untuk menjaga nilai
tradisional masih terpelihara. Manajemen dan administrasi sudah mulai
ditata secara modern meskipun sistem tradisionalnya masih dipertahankan.
Sudah ada semacam yayasan dan biaya pendidikan sudah mulai di pungut.
Ketiga pesantren modern, pesantren corak ini telah mengalami
transformasi yang sangat signitifikan baik dalam sistem pendidikan
maupun unsur-unsur kelembagaannya. Materi pelajaran dan metodenya sudah
sepenuhnya menganut sistem modern. Pengembangan bakat dan minat sangat
diperhatikan sehingga para santri dapat menyalurkan bakat dan minatnya
secara proporsional .
D. MADRASAH
Kalau dicermati istilah madrasah dari aspek derivasi kata, maka madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi, madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Dalam sejarah pendidikan Islam, makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam banyak menarik perhatian berkenaan dengan cita-cita pendidikan nasional. hal itu disebabkan karena jumlah peserta didiknya yang signitifikan, akan tetapi juga karena karakteristiknya yang sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Kalau dicermati istilah madrasah dari aspek derivasi kata, maka madrasah merupakan isim makan dari kata darasa yang berarti belajar. Jadi, madrasah berarti tempat belajar bagi siswa atau mahasiswa (umat Islam). Dalam sejarah pendidikan Islam, makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat Islam selama pertumbuhan dan perkembangannya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam banyak menarik perhatian berkenaan dengan cita-cita pendidikan nasional. hal itu disebabkan karena jumlah peserta didiknya yang signitifikan, akan tetapi juga karena karakteristiknya yang sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.
Madrasah
yang pertama didirikan di zaman Rasulullah saw, adalah Daar Al-Arqam di
Mekkah dan guru pertamanya adalah Rasulullah saw sendiri. Dan
murid-murid pertamanya adalah para sahabat nabi terpilih. Pendidikan
Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk yang bervariasi.
Disamping lembaga yang bersifat umum seperti masjid, terdapat lembaga
yang mencerminkan kekhasan orientasinya. pada abad ke-14 hijriyah
dikenal beberapa sistem pendidikan madaris al-tarbiyah Islam. Kajian
tentang madrasah oleh seorang peneliti, selama ini masih berkutat pada
aspek madrasah sebagai institusi pendidikan Islam dilihat dari aspek
historis, namun kajian yang dikaitkan dengan yang dikaitkan dengan aspek
sosial bisa dikatakan masih kurang. Dinamika madrasah yang tumbuh dan
berakar dari kultur masyarakat setempat tidak akan luput dari dinamika
dan peradaban masyarakat (change of society). Ini berarti masyarakat dan
madrasah tidak dapat di pisahkan, keduanya merupakan satu kesatuan yang
utuh. Masing-masing harus memberikan kontribusi. Di satu sisi
masyarakat harus memberikan dukungan baik berupa materil maupun ide-ide
dan pikiran agar madrasah tetap survive dan maju. Sementara itu,
Madrasah harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri baik
kualitas output maupun kajian-kajian keislaman serta mampu mengimbangi
dinamika masyarakat setempat.
Sejarah dan berkembangnya madrasah akan dibagi dalam dua periode,yaitu:
1) Periode sebelum kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian Al-quran dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran, metode maupun struktur organisasinya, sehingga melahirkan suatu bentuk baru yang disebut madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi dan ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajian Al-quran dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran, metode maupun struktur organisasinya, sehingga melahirkan suatu bentuk baru yang disebut madrasah. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang masih baik dan mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu, teknologi dan ekonomi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat di kembalikan pada dua situasi,yaitu:
• Gerakan pembaruan Islam Indonesia
Gerakan pembaruan Islam di Indonesia muncul pada awal abad ke-20 yang dilatarbelakangi oleh kesadaran dan semangat yang kompleks sebagaimana diuraikan oleh Karel A Steenbrink dengan mengidentifikasi empat faktor yang mendorong gerakan pembaruan Islam di Indonesia, antara lain:
a. Keinginan untuk kembali kepada Al-quran dan hadits
b. Semangat nasionalisme dalam melawan penjajah
c. Memperkuat basis gerakan sosial, budaya dan politik
d. Pembaruan pendidikan Islam Indonesia
• Respons pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda
Pertama kali bangsa Belanda datang ke nusantara hanya untuk bedagang, tetapi karena kekayaan alam nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama untuk bedagang berubah untuk menguasai wilayah nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G yaitu, glory, gold dan gospel. Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan seara tradisional oleh kalangan Islam mendapat tantangan dan saingan berat, karena sekolah Hindia Belanda dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama dalam hal kelembagaan, kurikulum, metodelogi, sarana dan lain-lain.
Pertama kali bangsa Belanda datang ke nusantara hanya untuk bedagang, tetapi karena kekayaan alam nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama untuk bedagang berubah untuk menguasai wilayah nusantara sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G yaitu, glory, gold dan gospel. Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan seara tradisional oleh kalangan Islam mendapat tantangan dan saingan berat, karena sekolah Hindia Belanda dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama dalam hal kelembagaan, kurikulum, metodelogi, sarana dan lain-lain.
2) Periode sesudah kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah departement agama yang akan mengurus masalah keberagaman di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah.
Sungguh pun pendidikan Islam di Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah, namun pendidikan Islam masih tersisih dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dikeluarkannya SKB 3 menteri tanggal 24 maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional.
Setelah kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah departement agama yang akan mengurus masalah keberagaman di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khususnya madrasah.
Sungguh pun pendidikan Islam di Indonesia telah berjalan lama dan mempunyai sejarah, namun pendidikan Islam masih tersisih dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dikeluarkannya SKB 3 menteri tanggal 24 maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional.
Keberadaan
madrasah menjadi sangat menonjol oleh karena; pertama, pendidikan di
madrasah selama ini seakan-akan tersisih dari mainstream pendidikan
nasional, sekalipun berkenaan dengan pendidikan anak bangsa, kedua,
madrasah sebagai pendatang baru dalam sistem pendidikan nasional relatif
menghadapi berbagai kendala dalam hal mutu, manajemen dan kurikulumnya.
Namun demikian madrasah masih mempunyai banyak potensi atau nilai-nilai
positif yang dapat dikembangkan.
Keperhatian
terhadap kualitas pendidikan di lembaga pendidikan Islam, baik sekolah
umum maupun madrasah sudah muncul sejak lama jauh sebelum Indonesia
merdeka. pemerintah kolonial Belanda justru mendirikan sekolah-sekolah
umum yang diposisikan secara istimewa dan tidak memberi ruang yang
proporsional bagi umat Islam untuk mengembangkan potensi sumber daya
manusianya. Akibat dari perlakuan yang negatif dari pemerintah kolonial
Belanda tersebut, maka pendidikan Islam termasuk madrasah menghadapi
berbagai kesulitan dan terisolasi dari arus modernisasi. Meskipun
keadaan tersebut tidak selamanya bersifat negatif, namun hal itu telah
membawa pendidikan Islam cenderung kepada sifat ketertutupan dan
ortodoksi.
Madrasah umumnya didirikan
oleh masyarakat, di mana para pengelola dan komunitas pendukung itulah
yang menentukan visi dan misinya apakah lembaga pendidikan tersebut
mempunyai keinginan untuk maju. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat
cita-cita dan nilai-nilai Islam.
BAB III
PENUTUP
Dalam masa yangt cukup panjang, pendidikan Islam di Indonesia berada
di persimpangan jalan antara mempertahankan tradisi lama atau
mengadopsi perkembangan baru. Dalam konteks inilah kemudian dituntut
adanya suatu ketegasan visi dan misi pendidikan Islam sehingga tidak
tergoda oleh tarik-menarik kecendrungan secara ekstrem. Pendidikan Islam
bukanlah sekadar untuk menjadikan pendidikan agama Islam sebagai ‘cagar
budaya’ dengan mempertahankan paham-paham keagamaan tertentu, tetapi
sebagai agen of change, tanpa kehilangan jati diri keislamannya. Dengan
demikian pendidikan Islam akan resfonsif terhadap tuntutan masa depan,
yaitu bukan hanya mendidik siswanya menjadi manusia yang saleh tetapi
juga produktif.
Ada tiga alasan yang
menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan untuk
menyekolahkan anak-anaknya, yaitu nilai, status sosial,dan cita-cita.
Masyarakat yang terpelajar akan semakin beragam pertimbangannya dalam
memilih pendidikan anak-anaknya. Eksistensi madrasah selalu ditentukan
oleh bagaimana masyarakat memberi dukungan, baik dalam bentuk moral
maupun materil termasuk dengan menyekolahkan anaknya ke madrasah.
Madrasah sulit berkembang justru erat kaitannya dengan persepsi
masyarakat tentang madrasah.
Beberapa
agenda besar harus mendapat respon dari dunia madrasah unggul dambaan
masyarakat dan umat Islam. Sedikitnya ada empat syarat utama yang harus
dipenuhi, yaitu ketersediaan tenaga pendidikan yang professional,
kelengkapan sarana dan prasarana, perlu ditangani dengan sistem
manajemen profesional yang modern, dan adanya kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan dunia modern. Selain itu
madrasah juga perlu memberikan perhatian untuk senantiasa meningkatkan
kualitas, mengembangkan inovasi dan kreativitas, membangun jaringan
kerjasama dan memahami kerakteristik pelaksanaan otonomi daerah.
Surau
bagi masyarakat Minangkabau memiliki multifungsi. tidak hanya berfungsi
sebagai tempat berkumpul, rapat, tempat tidur tetapi juga berfungsi
sebagai lembaga pendidikan Islam. Sedangkan meunasah merupakan lembaga
pendidikan tingkat rendah yang ada di Aceh. Dan fungsinya hampir sama
dengan surau yang ada di Minangkabau. dan pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang di pulau Jawa dan sampai
sekarang tetap survive. Murid-murid yang tinggal di pesantren itu
bermacam-macam dan duduk bagaikan sebuah keluarga yang di bawah pimpinan
gurunya. Sistem pendidikan pesantren ini masih sama dengan sistem
pendidikan di madrasah, meunasah, dan surau.
Hal
penting yang perlu dicatat dari gambaran di atas, ialah bahwa institusi
pendidikan Islam mengalami perkembangan, sesuai dengan kebutuhan dan
perubahan masyarakat muslim di kala itu. Perkembangan dan kebutuhan
masyarakat ditandai oleh, perkembangan ilmu karena pada saat itu kaum
muslimin sangat membutuhkan pemahaman Al-quran sebagai apa adanya,
begitu juga membutuhkan ketrampilan membaca dan menulis.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Samsul
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Sejarah Pendidikan Islam
Era Rasulullah Sampai Indoneisa, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2009
Abdul Muzib dan Jusuf Muzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Pranada Media, jakarta, 2010.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001.
Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2000
Abdul Muzib dan Jusuf Muzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Pranada Media, jakarta, 2010.
Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2001.
Suwito, Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2000
mohon ijin mengcopynya. syukron katsiron.
MOHON IJINKAN COPY KAN MAKALA PENDIDIKAN SEBAGAI INSTITUSI SOSIAL